London (ANTARA News) - Juara Olimpiade Rio 2016 asal Inggris Mo Farah merasa lega karena bisa bergabung kembali dengan keluarganya di Amerika Serikat setelah pemerintah Inggris, Minggu malam waktu setempat, mengatakan bahwa pembatasan baru perjalanan menuju AS tidak berlaku bagi warga negara yang lahir di Inggris, seperti Farah, terkait salah satu negara yang terkena pembatasan tersebut.

Mo yang lahir di Somalia namun pindah ke Inggris sejak kecil, Minggu pagi, merasa khawatir dia tidak bisa pulang untuk berkumpul keluarganya di AS. Dia saat ini berlatih di Ethiopia.

"Kami baru tahu dari pernyataan yang disampaikan tadi malam oleh kantor urusan Luar Negeri dan Persemakmuran bahwa perintah eksekutif tidak berlaku bagi Mo dan kami berterima kasih kepada FCO atas pentingnya klarifikasi persoalan ini," kata perwakilan pihak Farah kepada BBC.

"Mo merasa lega bahwa dia bisa pulang ke rumah keluarganya setelah menyelesaikan pemusatan latihannya saat ini," ujarnya sebagaimana dikutip Reuters.

Pihak perwakilan tersebut menambahkan bahwa Mo masih tidak setuju dengan kebijakan yang sangat memecah belah dan diskriminatif itu.

"Pada 1 Januari tahun ini, Ratu yang Mulia menjadikan saya Ksatria Lapangan," ujar Mo dalam pernyataannya Minggu pagi.

"Pada 27 Januari, Presiden Donald Trump tampaknya menjadikan saya orang asing," katanya.

Mo merupakan atlet Inggris paling sukses di lintasan atletik. Dia meraih medali emas lari 5.000 meter dan 10.000 meter di Olimpiade London 2012. Keberhasilan itu diulanginya lagi pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Demikian pula dengan Kejuaraan Dunia pada 2013 dan 2015.

Dia warga negara Inggris, namun tempat kelahirannya di Somalia yang merupakan salah satu dari tujuh negara yang terkena pembatasan imigrasi Trump.

Atlet berusia 33 tahun yang tinggal di Protland, Oregon, AS, selama enam tahun yang lalu itu mengatakan bahwa dia bekerja keras dalam pelatihan, membayar pajak, dan mengasuh empat anak.

"Ini memang sangat mengganggu ketika saya harus mengatakan kepada anak-anak saya bahwa ayah tidak bisa pulang ke rumah untuk menjelaskan mengapa Presiden mengeluarkan kebijakan yang angkuh dan penuh prasangka," ujarnya.

Trump mengumumkan pemberian izin selama empat bulan bagi pengungsi memasuki AS dan untuk sementara melarang masuk warga dari Suriah dan enam negara berpenduduk mayoritas Muslim lainnya yang dianggapnya dapat melindungi warga negara AS dari tindak kekerasan kelompok garis keras.

Mo bangga terhadap kantor perwakilan Inggris dan menerima gelar ksatria dari Ratu Inggris pada awal tahun ini.

"Kisah saya menjadi contoh atas apa yang terjadi saat Anda mematuhi dan memahami kebijakan, bukan kebencian dan isolasi," ujarnya.

Perintah khusus Trump memicu gelombang protes di AS dan luar negeri. Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson, Minggu waktu setempat, menyatakan bahwa kebijakan tersebut dapat memecah belah dan menimbulkan stigma buruk karena persoalan kebangsaan dan Inggris akan melindungi hak-hak dan kebebasan warga negara Inggris, baik di dalam maupun di luar negeri.

Mo yang memiliki nama lengkap Mohamed Muktar Jama Farah itu menikah dengan Tania Nell, warga negara AS, dan dikaruniai empat anak.

(Uu.M038) 

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017