Jakarta (ANTARA News) - Pasar jasa konstruksi di Indonesia terus naik dari tahun ke tahun, namun hal itu tidak diimbangi dengan ketersediaan tenaga kerja ahli dan terampil bidang ini yang sejatinya sangat dibutuhkan.

Terus meningkatnya pasar usaha jasa konstruksi itu ditunjukkan dengan tumbuhnya investasi bidang infrastruktur di dalam negari yang rata-rata sebesar 5 hingga 10 persen, menurut Ir. S. Catur Wibowo, Ketua DPD Persatuan Konsutan Indonesia (Perkindo) DKI Jakarta, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut dijelaskan, total investasi konstruksi (APBN, APBD, BUMN dan swasta) pada 2012 mencapai 411,53 triliun atau tumbuh 4,99 persen dari tahun sebelumnya, kemudian pada 2013 sebesar 466,68 triliun atau naik 5,07 persen.

Pada 2014 naik lagi sebesar 5,04 persen menjadi 521,7 triliun dan 2015 naik 10,91 persen menjadi sebesar 1103,88 triliun.

Namun pertumbuhan berkelanjutan itu, menurut Catur, tidak didukung dengan ketersediaan dan pasokan (supply) tenaga kerja  jasa konstruksi yang mencukupi. Pada 2015 jumlah tenaga kerja jasa konstruksi Indonesia hanya 7,2 juta.

Dari jumlah tersebut yang bersertifikat Ahli 109.007 orang, dan yang bersertifikat Terampil 387.420 orang (Data LPJKN 2015), di sisi lain pertumbuhan tenaga insinyur secara nasional juga relatif rendah.

Dibanding negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Korea, China, dan India, jumlah insinyur di Indonesia lebih rendah dengan per 1 juta penduduk 3000 orang pada 2015, atau baru bisa menciptakan lulusan insinyur 164 orang per 1 juta penduduk.

“Hal demikian tentu kurang menguntungkan, apalagi daya serap (permintaan) tenaga kerja sektor ini masih tinggi untuk mendorong pembangunan infrastruktur di Indonesia,” katanya.

Kondisi itu membuat Indonesia masih membutuhkan tambahan insinyur pada periode 2015 – 2020 sekitar 10.000 orang per tahun. Gap (kesenjangan) inilah yang dimanfaatkan tenaga ahli asing, khususnya dari negara lain di ASEAN.

Fenomena tersebut menunjukan pasar tenaga kerja jasa konstruksi yang tidak seimbang antara pasokan dan permintaan. Namun, meskipun permintaan tinggi, faktanya upah/biaya langsung personel umumnya relatif konstan pada harga yang murah, bahkan cenderung tidak manusiawi, kata Catur menjelaskan.

Tantangan-tantangan tersebut harus dijawab mengingat pada 2019 potensi pasar konstruksi Indonesia di ASEAN diprediksi memiliki porsi 79 persen di antara 5 negara ASEAN (Malaysia, Singapore, Thailand, Philipine dan Vietnam), menurut World Economic Forum.

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017