Jakarta (ANTARA News) - Ekspor gas alam ke Pakistan berpeluang meningkat karena negara itu dalam kurun lima tahun akan meninggalkan penggunaan minyak bumi untuk pembangkit energi. 

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Minyak Bumi dan Sumber Daya Alam, Pemerintah Federal Pakistan, Shahid Khaqan Abbasi, dalam 15th International Exhibition for the Energy Industry di Karachi Expo Center, Pakistan, Selasa (16/5).

“Pemerintah Pakistan ingin mengundang investor asing di sektor energi dengan fokus keberlanjutan meliputi pemanfaatan batu bara, pengembangan LNG, dan pembangkit energi tenaga air serta nuklir. Penambahan pasokan gas dipandang paling efektif sebagai solusi jangka pendek atas krisis energi saat ini”, ujar Abbasi.

Pameran teknologi terkini dari dunia industri tersebut juga dihadiri Dempo Awang Yuddie, Konsul Jenderal RI Karachi bersama Oktorian Saleh Hakim, Sekretaris Kedua – Ekonomi.

Di sela kegiatan, Konsul Jenderal RI mendiskusikan peluang ekspor gas alam Indonesia ke Pakistan dengan Menteri Abbasi. 

Menurut Menteri Abbasi, Pakistan membuka peluang impor gas dari negara sahabat. 

Khusus Indonesia, ditambahkan bahwa dalam waktu dekat ada beberapa perusahaan gas Indonesia akan bertemu dengannya di Islamabad.

“Melihat peluang yang ada, perlu adanya partisipasi pelaku industri gas alam Indonesia pada pameran 16th International Exhibition for the Energy Industry yang akan dilaksanakan pada Mei 2018 di Lahore Expo Center, Pakistan”, kata Dempo dalam siaran pers yang diterima ANTARA, Rabu.

Merujuk data Badan Pusat Statistik RI dan UN Comtrade Impor gas alam, Pakistan pada 2015 mencapai 506 juta dolar AS atau meningkat 700 persen dari nilai impor 2014 senilai 65 juta dolar AS. 

Lima negara pemasok gas alam utama ke Pakistan adalah Qatar (152 juta dolar AS), Persatuan Emirat Arab (85 juta dolar AS), Singapura (66 juta dolar AS) dan Iran (54 juta dolar AS). 

Di sisi lain, ekspor gas alam Indonesia ke lima negara tujuan utama antara lain Jepang (2,1 miliar dolar AS), Singapura (1,7 miliar dolar AS), Republik Korea (1,3 miliar dolar AS), China (866 juta dolar AS) dan Malaysia (187 juta dolar AS).

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017