Teheran (ANTARA News) - Para pemimpin Iran merespons keras pernyataan anti-Iran yang baru-baru disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dan mengatakan kata-kata permusuhan semacam itu tidak akan mengintimidasi Teheran.

Pemimpin Spiritual Iran Ayatollah Ali Khamenei mencela pidato "bodoh" Trump di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (19/9), yang menuduh Teheran "merusak kestabilan" Timur Tengah dan "mendukung teror".

"Pidato bodoh, sangat buruk dan mengerikan Presiden AS, dengan bahasa cowboy dan gangsternya penuh dengan kebohongan nyata, berpangkal dari kekecewaan serta kemarahan mereka," kata Khamenei dalam pertemuan dengan anggota Majelis Ahli Iran.

Trump juga menyebut kesepakatan nuklir Iran yang dicapai selama pemerintahan presiden Barack Obama pada 2015 "memalukan" bagi Amerika Serikat, mengindikasikan ia mungkin tidak akan mengesahkan kembali kesepakatan tersebut saat tenggatnya, pertengahan Oktober.

Pidato bermusuhan Trump terhadap Iran di PBB tidak membawa kebanggaan apa pun bagi Amerika Serikat, kata Khamenei sebagaimana diberitakan Xinhua.

"Elit Amerika mesti malu memiliki presiden semacam itu," tambah Khamenei.

Kemarahan Washington juga berakar dari kegagalannya memajukan agendanya di Asia Barat, tempat Iran memainkan peran sukses, bermartabat dan berpengaruh, katanya.

Sehari sebelumnya, Presiden Iran Hassan Rouhani menepis pidato Trump dan mengecapnya "bodoh dan dengki".

"Retorika (Trump) terhadap Iran bodoh dan dengki, penuh dengan informasi palsu dan tuduhan tanpa dasar," kata Rouhani saat berpidato di Sidang Ke-72 Sidang Majelis Umum PBB pada Rabu.

Rouhani juga kembali menegaskan dukungan Iran bagi kesepakatan nuklir, yang secara resmi dikenal dengan nama Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Kesepakatan itu adalah hasil dari dua tahun perundingan banyak pihak secara intensif, dan dipuji banyak pihak daalam masyarakat internasional serta disahkan oleh Dewan Keamanan (DK) PBB sebagai bagian dari Resolusi 2231, kata Rouhani.

"JCPOA bukan milik satu atau dua negara. Itu dokumen DK PBB, yang menjadi milik seluruh masyarakat internasional," kata Rouhani, menambahkan Iran akan menanggapi setiap pelanggaran JCPOA.

Rouhani mengesampingkan setiap pembicaraan dengan Amerika Serikat mengenai peninjauan kembali kesepakatan nuklir 2015, dan mengatakan Teheran memiliki "bermacam pilihan" jika Washington menarik diri menurut laporan kantor berita resmi Iran, IRNA.

"Iran tak pernah berusaha, sekarang pun tidak berusaha dan tidak akan pernah berusaha memiliki senjata nuklir," katanya.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif juga mengecam pernyataan bermusuhan Trump terhadap Iran di Sidang Majelis Umum PBB sebagai aksi politik "murahan" menurut harian Financial Tribune pada Kamis.

"Pernyataannya, terutama saat ia menyebut negara besar Iran, murahan, retorika kosong dan tak berharga untuk ditanggapi," kata Zarif sebagaimana dikutip harian itu.

Menteri Luar Negeri Iran tersebut juga mengesampingkan dimulainya kembali perundingan mengenai kesepakatan nuklir Iran.

Iran dan enam negara besar dunia --yaitu Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Tiongkok, dan Rusia-- mencapai JCPOA pada Juli 2015. Berdasarkan kesepakatan itu, Iran harus membekukan program senjata nuklirnya dengan pertukaran pelonggaran sanksi Amerika Serikat.

Kesepakatan tersebut menetapkan batas bagi kegiatan nuklir Iran dan mengizinkan pemeriksaan rutin atas semua instalasi di dalam wilayah Iran.

Sebagai imbalannya, Amerika Serikat dan Uni Eropa telah mencabut sanksi nuklir mereka terhadap Iran.(Uu.C003)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017