Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Transparency International Indonesia (TII) menyatakan izin usaha pertambangan memiliki sejumlah risiko yang dapat memicu adanya beragam praktek korupsi seperti penyalahgunaan kekuasaan hingga gratifikasi.

"Politisi-politisi lokal akan terus menjadikan perizinan pertambangan ini sebagai sumber dana bagi kampanye politik mereka," kata Sekjen TII Dadang Trisasongko dalam keterangan tertulis, Rabu.

Pada sektor pertambangan, Transparency International Indonesia telah melakukan suatu studi untuk menilai risiko korupsi pada proses pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) mulai dari tahapan penetapan wilayah pertambangan (WP), pelelangan wilayah izin usaha pertambangan, sampai dengan tahapan penerbitan IUP khususnya IUP Eksplorasi.

Penilaian tersebut berangkat dari berbagai permasalahan dan kesenjangan dalam sistim dan tata kelola pemberian IUP. Hasil penilaian menemukan bahwa terdapat 35 risiko dalam pemberian IUP yang dapat memicu adanya praktek korupsi, di mana 20 risiko di antaranya dikategorikan sangat tinggi.

Sejumlah risiko itu antara lain lemahnya sistem audit dan pengawasan baik keuangan maupun pertambangan, tertutupnya akses data dan informasi di sektor pertambangan, buruknya penegakan hukum atas ketidakpatuhan dan praktek korupsi dalam proses pemberian IUP, serta lemahnya koordinasi vertikal dan horizontal terkait pemberian IUP.

Kemudian, kurang kuatnya kerangka aturan yang mendukung tata kelola sektor pertambangan yang baik, ketidakpatuhan dalam melaksanakan UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara beserta turunannya, tidak lengkapnya sistem informasi geologi, serta lemahnya pelibatan masyarakat khususnya yang terdampak kegiatan pertambangan dalam proses pemberian IUP.

Sementara itu, Manajer Tata Kelola Industri Berbasis Lahan Transparency International Indonesia, Rivan Prahasya menambahkan bahwa dalam upaya untuk mencegah risiko korupsi dalam pemberian IUP di Pemerintah Provinsi, direkomendasikan agar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dapat memperkuat sistem integritas penyelenggaraan pemerintahan provinsi termasuk perizinan sektor pertambangan.

Selain itu, menurut dia, perlu pula penetapan aturan yang lebih rinci terkait kewenangan pemerintah provinsi di bidang pertambangan termasuk aturan mengenai alokasi anggaran provinsi untuk audit dan pengawasan pelaksanaan IUP.

TII juga merekomendasikan kepada Kementerian ESDM agar dapat meningkatkan keterbukaan akses data dan informasi terkait proses pemberian izin pertambangan, serta menguatkan mekanisme penanganan/pengelolaan pengaduan dan masukan masyarakat yang transparan dan akuntabel terkait pemberian izin pertambangan, serta meningkatkan kapasitas inspektur tambang di daerah serta penetapan standar operasional dan kinerja inspektur tambang.

Lembaga tersebut juga mengharapkan KPK dapat memfasilitasi para pihak yang berkepentingan dalam membangun sistem integritas dalam pengelolaan sumber daya alam selaras dengan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA).

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017