Timika (ANTARA News) - Kepolisian Daerah Papua memperingatkan kelompok kriminal bersenjata supaya segera melepaskan 1.300 warga sipil yang sampai sekarang terisolasi dalam penguasaan mereka di Kampung Banti dan Kimbeli, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika.

Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Polisi Boy Rafli Amar di Timika, Kamis, mengatakan hingga lebih dari dua pekan sejak aksi teror penembakan masif kelompok bersenjata di wilayah Tembagapura, kelompok bersenjata itu belum menunjukkan tanda-tanda mau menyelesaikan persoalan dengan cara damai.

Melalui para tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh pemerintahan yang pernah melakukan perundingan dengan kelompok kriminal bersenjata, Boy mengatakan, polisi menitipkan pesan kepada kelompok bersenjata supaya memberi warga kesempatan untuk keluar dari Banti dan Kimbeli karena keinginan mereka sendiri, karena kebutuhannya, dan karena kondisi yang mereka hadapi tanpa gangguan apa pun.

"Kami hanya minta itu, dan sampai sekarang belum ada kabar apa pun," katanya dalam konferensi pers di Hotel Rimba Papua Timika.

"Kalau memang mereka mengizinkan, kami menyiapkan kendaraan untuk menjemput masyarakat. Ini suatu kondisi yang harus kita pertimbangkan dalam rangka penyelamatan atas nama kemanusiaan," kata dia.

Meski berbagai upaya yang melibatkan para tokoh setempat sudah dilakukan, Boy menjelaskan, kelompok kriminal bersenjata (KKB) belum mau membiarkan sekitar 1.300 warga sipil meninggalkan Kampung Banti, Kimbeli, Opitawak, yang kini sangat membutuhkan pangan, pelayanan kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya.

"Masyarakat di sana kini semakin tertekan dan terintimidasi karena adanya pelarangan-pelarangan oleh KKB untuk meninggalkan desa mereka. Masyarakat dipaksa tidak boleh pergi ke mana-mana. Memang mereka tidak dikurung dalam satu ruangan, tapi kehidupan mereka sangat tertekan. Berbicara pun dibatasi," jelas Boy.

Menurut informasi yang diterima kepolisian, saat ini ada 150-an balita dan bayi di beberapa kampung yang dikuasai kelompok bersenjata. Beberapa warga juga mulai sakit-sakitan lantaran persediaan bahan makanan makin menipis.

"Kondisi seperti ini seharusnya tidak boleh terjadi. Kami tentu tidak bisa membiarkan kondisi seperti itu terus berlarut-larut," ujar mantan Kepala Divisi Humas Polri itu.

Sampai sekarang, kelompok kriminal bersenjata baru mengizinkan dua orang meninggalkan Kampung Kimbeli, seorang perempuan hamil yang hendak melahirkan dan seorang pendulang emas tradisional asal Blitar, Jawa Timur, bernama Sugiyono.


Perempuan hamil itu harus berjalan kaki dua kilometer dari Kampung Kimbeli dengan diantar oleh dua perempuan tua menuju Kantor Polsek Tembagapura pada Minggu (12/11). Kini perempuan itu telah melahirkan seorang bayi laki-laki dalam kondisi normal di Rumah Sakit Tembagapura.


Sementara Sugiyono, pendulang emas tradisional yang selama ini beroperasi di wilayah Kali Kabur (Sungai Aijkwa) Banti, berhasil mencapai Kantor Polsek Tembagapura pada Selasa (14/11) diantar oleh tiga warga asli Kampung Banti. Saat itu Sugiyono yang sudah berusia 51 tahun dalam keadaan sakit berat.


Aparat kepolisian bersama Pemerintah Distrik Tembagapura menyediakan bantuan bahan pangan di Polsek Tembagapura untuk warga sekitar. Namun warga takut mendatangi Polsek Tembagapura untuk mengambil bahan pangan karena intimidasi kelompok bersenjata.

Sebagian warga yang bisa ke Tembagapura untuk mengambil bahan pangan, setelah kembali ke kampung dengan berjalan kaki bahan pangan yang mereka bawa dijarah habis oleh kelompok bersenjata.

Sementara para dokter, perawat, bidan, dan tenaga medis lainnya sudah dievakuasi dari rumah sakit itu setelah penembakan kendaraan ambulans milik Rumah Sakit Waa-Banti. Sejak akhir Oktober, Rumah Sakit Waa-Banti milik Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) sudah menutup operasionalnya.




Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017