Telah teridentifikasi sekitar 5.500 hektare di seluruh Indonesia dengan nilai sekitar Rp14 triliun."
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar aset-aset dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) berupa tanah didaftarkan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

"Prinsipnya supaya semua aset Kereta Api harus diamankan. Diamankan dua hal, yaitu semua aset-aset Kereta Api ini didaftarkan ke BPN, itu dari segi aspek legal. Yang kedua dari segi aspek fisik di lapangan supaya dapat dijaga secara baik untuk tidak diokupasi oleh penduduk," kata Sekretaris Jenderal Kementerian ATR M Noor Marzuki di gedung KPK, Jakarta, Senin.

KPK menyelenggarakan Forum Diskusi Kelompok (FGD) dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) serta PT Kereta Api Indonesia (KAI) membahas penyelematan aset KAI.

"Satu, dari segi legalitas harus didaftarkan di BPN supaya mendapatkan sertifikat. Secara fisik di lapangan, tanah ini harus dijaga dan didayagunakan dan dimanfaatkan," kata Noor.

Menurut Noor, banyak dari tanah tersebut merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda yang kemudian banyak diduduki masyarakat.

"Ini kan tanah-tanah masa lalu, peninggalan Belanda kemudian terjadi nasionalisasi yang waktu itu tidak melihat kondisi di lapangan banyak diduduki masyarakat yang harus kita selesaikan. Kami inventarisasi siapa-siapa yang mendudukinya kemudian kami cari langkah-langkah solusinya," ungkap Noor.

Menurut dia, dalam hal BPN mempunyai tanggung jawab agar tanah KAI itu segera didaftarkan untuk memastikan mulai dari letak, luas hingga batasnya.

"Ya kalau kami kan bagaimana tanggung jawab semua bidang tanah ini kami daftarkan. Kami pastikan bidang letaknya, luasnya, batasnya. Siapa pun pemiliknya itu tugas kami," ucap Noor.

KPK menyelenggarkan Forum Diskusi Kelompok tersebut mulai Senin (18/12) sampai Selasa (19/12).

Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa Forum Diskusi Kelompok itu untuk membahas aset KAI, yaitu ruang milik jalan atau "rumija" sekitar enam meter sepanjang rel di seluruh Indonesia.

"Telah teridentifikasi sekitar 5.500 hektare di seluruh Indonesia dengan nilai sekitar Rp14 triliun," kata Febri.

Febri menyatakan bahwa masih terjadi pencatatan ganda antara KAI dengan Kemenhub yang diduga terjadi sejak 2007 sehingga perlu dibahas untuk memaksimalkan penerimaan negara dari penggunaan "rumija" tersebut.

"Misalnya, ada pihak swasta yang menggunakan ruang di pinggir rel kereta api seperti kabel, pipa atau yang lain. Masih ada kendala dalam pembayaran karena adanya perbedaan pandangan tentang pencatatan aset itu. Apakah aset KAI atau Kemenhub karena keduanya mencatat sebagai aset Rp14 triliun itu," ungkap Febri.

Saat ini, kata dia, dari informasi yang pihaknya terima, penerimaan KAI dari "rumija" yang dihitung sebesar Rp744 miliar pertahun sebagiannya tertunggak karena sengketa itu, yaitu sekitar Rp144 miliar.

"Jadi peran KPK di sini adalah menjalankan fungsi "trigger mechanisme" di bidang pencegahan agar kepemilikan aset lebih jelas dan penerimaan negara lebih maksimal," tuturnya.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017