Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan agar calon Kepala Daerah yang akan mengikuti Pilkada Serentak 2018 tidak terikat politik balas budi.

"Kami mencegah agar tidak ada semacam utang antara para pihak-pihak yang membantu calon Kepala Daerah apakah tim sukses atau pun yang membantu dana kampanye atau pun yang membiayai proses calon-calon tertentu. Jangan sampai ada utang yang akhirnya dibayar ketika yang bersangkutan sudah menjabat karena risiko korupsinya sangat tinggi di sana," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Hal tersebut dikatakannya di sela-sela konferensi pers penetapan Bupati Kebumen Muhamad Yahya Fuad beserta dua orang lainnya sebagai tersangka tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran 2016 di gedung KPK, Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, Febri menyatakan bahwa ongkos politik yang mahal juga bisa menyebabkan risiko korupsi yang tinggi bagi Kepala Daerah.

"Ongkos politik yang mahal juga dapat mendorong Kepala saerah kemudian harus melakukan pengembalian-pengembalian atau membayar utang yang tadi. Itu yang perlu kami cegah ke depan," ucap Febri.

Dalam konferensi pers itu, Febri menjelaskan setelah terpilih dan dilantik sebagai Bupati Kebumen, Muhamad Yahya Fuad diduga telah mengumpulkan sejumlah kontraktor yang merupakan rekanan Pemkab Kebumen dan membagi-bagikan proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kabupaten Kebumen.

Selain menetapkan Muhamad Yahya Fuad, KPK juga menetapkan Hojin Anshori dari unsur swasta dan komisaris PT KAK Khayub Muhamad Lutfi sebegai tersangka.

"Proyek yang dibagi-bagikan antara lain yang bersumber dari dana alokasi khusus infrastruktur APBN 2016 sebesar Rp100 miliar, yaitu kepada Khayub Muhamad Lutfi terkait proyek pembangunan RSUD Prembun sebesar Rp16 miliar, kepada Hojin Anshori dan grup Trada proyek senilai Rp40 miliar, dan kontraktor lainnya sebesar Rp20 miliar," tuturnya.

Menurut Febri, diduga "fee" yang disepakati sebesar 5 sampai 7 persen dari nilai proyek.

"Tersangka Muhamad Yahya Fuad diduga menerima dari "fee-fee" proyek senilai total Rp2,3 miliar. Tersangka Hojin Anshori yang merupakan rekanan Muhamad Yahya Fuad dan juga kontraktor di Pemkab Kebumen, sebelumnya adalah anggota tim sukses Bupati Kebumen dan diduga yang bertugas menerima "fee" proyek yang dikumpulkan oleh tersangka Khayub Muhamad Lutfi," ujar Febri.

Atas perbuatannya, Muhamad Yahya Fuad dan Hojin Anshori disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Muhamad Yahya Fuad dan Hojin Anshori juga diduga secara bersama-sama menerima gratifikasi yang berhubungan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," ucap Febri.

Keduanya disangkakan melanggar pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Sedangkan, kata Febri, tersangka Khayub Muhamad Lutfi selaku komisaris PT KAK diduga telah memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya atau karena berhubungan dengan pengadaan barang dan jasa dana APBD Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran 2016.

Atas perbuatannya, Khayub Muhamad Lutfi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"KPK mengingatkan kepada pengusaha maupun tim sukses agar tidak berupaya untuk mempengaruhi kebijakan ataupun melakukan intervensi terkait proyek-proyek di daerah yang kerap menjadi bancakan," ungkap Febri.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018