Jakarta (ANTARA News) - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara akan menyurati platform media sosial Facebook untuk meminta keterangan mengenai penyalahgunaan data pengguna oleh perusahaan analisis data pada pemilu di AS.

"Belum ada laporan, tetapi kami akan coba koordinasikan dengan Facebook sesegera mungkin mengenai hal ini untuk menjadi perhatian Facebook," ujar dia ditemui usai menjadi pembicara di Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta, Rabu.

Dia memastikan hal tersebut tidak terjadi di Indonesia, meskipun secara logika tidak mungkin data pengguna Facebook di Indonesia juga dibobol karena tidak ada kaitan dengan pemilu presiden AS.

Rudiantara menyebut skandal penyalahgunaan data pengguna Facebook tersebut merupakan suatu proses politik di negara lain.

Sementara itu, menanggapi kemungkinan hal yang sama terjadi di Tanah Air untuk pilkada pada 2018 dan pemilihan presiden pada 2019, menurut dia, para calon hanya memanfaatkan media sosial untuk berkampanye.

"Kalau untuk kampanye, proses politik di Indonesia faktanya caleg saat pilkada melakukannya di media sosial karena paling cepat, kalau untuk voting pemerintah melakukan uji coba baru level desa," ujar dia.

Baca juga: Parlemen Eropa minta Zuckerberg jelaskan penggunaan data "Facebook"

Baca juga: Mengenal Cambridge Analytica yang katanya beroperasi juga di Indonesia

Baca juga: Sepak terjang Cambridge Analytica, dari Presiden Kenya sampai Srilanka

Baca juga: Facebook ditekan gara-gara Cambridge Analytica manipulasi data pengguna

 


Sebuah perusahaan penganalisis data yang bekerja untuk Tim Sukses Donald Trump pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2016 dan kampanye memenangkan Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa, diketahui telah memanen jutaan profil pengguna Facebook yang menjadi pemilih AS pada Pemilu 2016.

The Guardian menyebut skandal ini sebagai salah satu pembobolan data terbesar perusahaan raksasa IT tersebut yang hasilnya dimanfaatkan untuk membuat program software canggih yang bisa memprediksi dan mempengaruhi pilihan orang di kotak suara pemilu.

Seorang whistleblower mengungkapkan kepada surat kabar Inggris The Observer mengenai bagaimana perusahaan bernama Cambridge Analytica yang dimiliki miliarder pengelola dana Robert Mercer dan dikepalai mantan penasihat utam Trump bernama Steve Bannon itu memanfaatkan informasi pribadi yang didapat tanpa izin pada awal 2014 untuk membangun sistem yang bisa memprofilkan para pemilih AS sehingga menjadi sasaran iklan politik pribadi tim sukses Trump.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018