Yogyakarta (ANTARA News) - Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama Yayasan Dharma Bermakna dan PT Melintas Cakrawala Indonesia meluncurkan alat Tes Kognitif AJT sebagai sarana untuk mengukur kecerdasan kognitif anak berdasarkan latar belakang Indonesia.

"Profil kognitif yang dihasilkan oleh alat tes ini lebih rinci dibandingkan dengan alat tes lain yang selama ini digunakan di Indonesia," kata Project Manager AJT Retno Suhapti saat jumpa pers di Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, Rabu.

Selama ini, Retno menjelaskan, alat psikologi di Indonesia yang dapat mengungkap kemampuan kognitif anak masih terbatas, dan kebanyakan berasal dari luar negeri.

Tes Kognitif AJT, menurut dia, memiliki kelebihan dibanding alat tes psikologi yang selama ini ada karena disusun berdasarkan latar bekakang budaya Indonesia.

"Pembuatan item-itemnya berbasis budaya Indonesia, misalnya memakai gambar buah pisang atau monyet. Sehingga jangan sampai memakai gambar salju yang tidak semua anak Indonesia tahu," kata dia.

Selain itu, lanjut dia, alat tersebut mampu mengukur profil kognitif lebih rinci karena menggunakan landasan teori yang kuat yaitu teori Cattel-Horn-Carrol (CHC) dengan 28 sub-tes.

Teori CHC merupakan teori tentang kemampuan manusia yang paling komprehensif saat ini yang didukung oleh bukti empiris, serta mempertimbangkan aspek biologis, perilaku, dan neurologis.

Dia mengatakan alat tes itu dapat digunakan untuk anak usia 5 sampai 18 tahun baik yang mengikuti pendidikan formal maupun yang tidak mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan.

"Ini juga akan menjadi alat tes komprehensif pertama yang mampu memetakan kemampuan kognitif anak berkebutuhan khusus," katanya.

Konsultan Psikometri dari Amerika Serikat Kevin McGrew mengatakan Tes Kognitif AJT merupakan tes kognitif paling komprehensif di dunia karena banyak item yang akan diukur.

Dekan Fakultas Psikologi UGM Prof Faturochman mengatakan dengan membaca profil anak dari Tes Kognitif AJT, para guru atau orangtua dapat mengukur sekaligus memetakan kemampuan kognitif anak yang berbeda-beda.

Ia berharap alat itu dapat dimanfaatkan secara luas dengan menggandeng berbagai pihak seprti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, LSM, serta guru sekolah.

"Kita akan dapat mengadvokasi untuk anak-anak yang pinter dan yang masih kurang dengan metode pendidikan yang sesuai," kata Faturochman.
 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018