Jakarta (ANTARA News) - Duta Besar Pakistan untuk Republik Indonesia Mohammad Aqil Nadeem mengingatkan kepada warga Muslim Indonesia untuk juga memberikan perhatian atas perjuangan warga Kashmir yang masih mengalami penindasan oleh tentara India.

"Saya tahu bahwa masyarakat dan Pemerintah Indonesia mendukung penuh terhadap perjuangan warga Palestina, tapi untuk masalah Kashmir umumnya bungkam dan seperti tidak peduli," kata Dubes Nadeem dalan seminar bertajuk "Kashmir Solidarity Day" di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan bahwa baik di Palestina dan Kashmir sama-sama terjadi tindak kekerasan yang dilakukan terhadap kaum Muslim di hampir setiap hari, sehingga patut menjadi perhatian negara-negara Muslim.

Kashmir merupakan sebuah daerah yang masih disengketakan oleh Pakistan dan India sejak diberikannya kemerdekaan kepada kedua negara tersebut oleh Inggris pada Agustus 1947, yang memberikan hak bagi warga yang beragama Islam untuk bergabung dengan Pakistan, sementara bagi mereka yang beragama Hindu untuk memasuki India.

Meski Kashmiri, sebutan bagi penduduk Kashmir, mayoritas beragama Islam namun dikuasai oleh seorang raja yang beragama Hindu sehingga menimbulkan saling klaim dan berujung pada perang.

Menyikapi hal ini, Dubes Nadeem mengklaim bahwa sejak dulu hingga sekarang warga Kashmir selalu ingin menjadi bagian utuh dengan Pakistan, yang ditunjukan dengan protes dan perlawanan terhadap tentara India yang menduduki wilayah tersebut.

"Tahun 1948 sudah dikeluarkan Resolusi PBB nomor 47 oleh Dewan Keamanan yang menyerukan pemungutan suara bagi warga Kashmir untuk memilih mau bergabung dengan Pakistan atau India. Tapi hingga sekarang, referendum tidak pernah dilakukan," pungkas Dubes Nadeem memaparkan.

Menurut dia, belum adanya referendum bagi warga Kashmir merupakan bentuk diskriminasi dan ketidakpedulian lingkungan internasional terhadap kebebasan dan keamanan di wilayah tersebut.

"Bandingkan dengan kejadian di Timor Timur (Timor Leste), waktu itu mereka kan meminta agar referendum. Seminggu kemudian PBB langsung memberikan arahan untuk dilakukan. Ini dilakukan dengan sangat cepat, kenapa berbeda dengan di Kashmir? Padahal penduduk di Timor Leste sekitar satu juta, di Kashmir lebih dari 23 juta. Menurut saya ini merupakan diskriminasi karena berkaitan dengan nasib warga Muslim Kashmir," katanya menegaskan.

Dia pun meyakini bahwa Kashmiri sudah menantikan referendum sejak lama dan ingin bergabung dengan Pakistan, hal itu bisa dilihat dari aksi perjuangan mereka yang kerap sembari mengibarkan bendera Pakistan, menyanyikan lagu nasional Pakistan, dan bahkan menutup jenazah para martir dengan bendera Pakistan.

Paling tidak sudah lebih dari 80 ribu Kashmiri tewas dalam bentrokan melawan pasukan India selama 70 tahun terakhir, dan angkanya masih berlipat ganda hingga sekarang mengingat masih seringnya aksi kekerasan yang mereka alami, katanya.

Pewarta: Roy Rosa Bachtiar
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018