... kami pada hari pertama itu sudah mendesak kepada presiden untuk membentuk tim gabungan pencari fakta, sampai sekarang tidak ada respon. Selevel presiden tidak ada respon sampai satu tahun...
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua KPK, Busyro Muqoddas, menilai belum terungkapnya kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Baswedan selama setahun terakhir, telah memalukan bangsa.

"Ya itu sebenarnya memalukan bangsa, memalukan negara, karena kasus yang sesederhana itu kemudian sudah satu tahun tidak ada indikasi kesungguhan dari Polri maupun pemerintah," kata dia, saat dijumpai di PP Muhammadiyah Jakarta, Kamis.

Muqoddas menekankan, saat ini berbagai upaya dari kekuatan masyarakat yang memberikan perhatian tentang penegakan hukum dalam kasus percobaan pembunuhan terhadap Baswedan, sudah mendesak.

"Termasuk kami pada hari pertama itu sudah mendesak kepada presiden untuk membentuk tim gabungan pencari fakta, sampai sekarang tidak ada respon. Selevel presiden tidak ada respon sampai satu tahun," kata dia.

Dia menyatakan atas realitas ini, kini Komnas HAM yang telah membentuk tim gabungan pencari fakta memikul tanggung jawab besar sebagai lembaga negara.

"Berbeda dengan kekuatan yang bukan lembaga negara. Kita dorong untuk betul-betul bisa menemukan fakta yang objektif dan fakta itu harus diangkat kepada publik agar publik mengetahui penyidikan berbasis fakta yang ditemukan Komnas HAM," kata dia.

Terkait pernyataan tersirat presiden yang masih menunggu polisi menyerah menangani kasus Baswedan, dia mengatakan, publik mempertanyakan mengapa presiden tidak membentuk TPGF layaknya kasus Munir.

"Sampai sekarang presiden lepas tangan sampai hari ini. Sikap seperti ini dikhawatirkan sekali akan menjadi stimulus bagi kerja pelaku kejahatan terhadap kekuatan-kekuatan yang peduli dalam pemberantasan korupsi," jelas dia.

Dia menekankan pelaku kejahatan bisa mendapat angin dengan sikap presiden yang kurang tegas. "Maaf ya ini cacat sebagai presiden. Dia panglima tertinggi Polri masalahnya," kata Muqoddas.

Pewarta: Rangga Jingga
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018