Banda Aceh (ANTARA News) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan angin monsun dari Australia bergerak ke Indonesia, terutama ke Aceh dalam sepekan terakhir.

"Angin timuran, bawa massa udara kering Australia. Ini, selaras dengan awal periode musim kemarau di Aceh," kata Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Blang Bintang, Aceh, Zakaria Ahmad di Aceh Besar, Jumat.

Ia mengatakan, sirkulasi angin regional kini sudah didominasi angin monsun Benua Australia, dan mengarah hampir sebagian besar wilayah Indonesia terutama bagian Selatan khatulistiwa.

Saat bersamaan, lanjutnya, masih beberapa wilayah, terutama bagian Barat dan Selatan di Aceh yang tidak mengenal musim terdapat massa udara basah cukup lembap.

Kondisi cuaca seperti ini mendukung tumbuhnya awan-awan konvektif sebagian wilayah di Aceh. Akibatnya, hujan bersifat sporadis atau ekstrem, cenderung terjadi.

Monsun merupakan sistem sirkulasi regional dan memiliki variasi musiman. Angin di Indonesia dipengaruhi udara bertekanan tinggi, dan rendah di Asia dan Australia.

"Tapi cuaca ini, tidak begitu berpengaruh bagi mereka yang melakukan aktivitas laut, seperti nelayan. Nelayan, sudah tahu kapan waktu terbaik melaut," kata Zakaria.

Humas BMKG, Hary T Djatmiko pekan ini menyebut, awal musim kemarau dimulai April 2018, dan terjadi di sebagian wilayah. Daerah pertama memasuki musim kemarau, yakni Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali.

Puncak musim kemarau diperkirakan berlangsung di Agustus dan September 2018. Terjadinya musim kemarau tidak merata di semua wilayah, dan akan terus meluas hingga Oktober 2018.

Saat awal musim kemarau, curah hujan mencapai 150 milimeter per bulan dan terus mengalami penurunan, seiring terjadinya puncak musim kemarau.

Pada puncak musim kemarau yang terjadi di Agustus -September, curah hujan berkisar antara 20-0 milimeter per bulan atau sama sekali tidak ada hujan.

Namun menurut BMKG, kemarau di tahun ini diprakirakan tidak separah musim kemarau pada 2015 akibat di pertengahan 2018 iklim di Indonesia masih dipengaruhi La Nina lemah.

Sehingga kemarau tahun ini berimplikasi positif pada tanaman palawija, dan tanaman semusim yang tidak teralu memerlukan banyak air, katanya.

Pewarta: Muhammad Said
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018