BANDA ACEH (Antara News) - Pemerintah melalui Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM menyelenggarakan Bioenergy Goes to Campus untuk memberikan informasi mengenai potensi, teknologi dan pemanfaatan bioenergi secara umum serta kebijakan pemerintah untuk mendukung implementasi bioenergi di Indonesia. "Universitas Syiah Kuala merupakan tempat pelaksanaan Bioenergy Goes to Campus pertama yang dilaksanakan di tahun 2018. Rencananya akan dilaksanakan di 3 perguruan tinggi Indonesia pada tahun 2018," ungkap Direktur Bioenergi, Ditjen EBTKE, Andriah Feby Misna di Banda Aceh pada Kamis (4/5).

Sebagaimana diketahui, pemenuhan kebutuhan energi nasional masih didominasi oleh energi fosil dengan pangsa sebesar 92,3% sementara Pemerintah menargetkan kontribusi energi baru dan terbarukan paling sedikit mencapai 23% pada tahun 2025 dan pemanfaatan energi baru terbarukan atau EBT baru mencapai sekitar 7,7%. Oleh karenanya Pemerintah mengharapkan semua pihak, termasuk Perguruan Tinggi untuk turut serta dalam mempercepat pengembangan bioenergi di Indonesia.

Bioenergi memiliki keistimewaan dibandingkan jenis energi terbarukan yang lain. Disamping untuk listrik, bioenergi juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, baik untuk transportasi maupun untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti untuk penerangan dan memasak. Sedangkan bagi daerah terpencil atau daerah- daerah yang tidak/ belum memungkinkan untuk ditarik jaringan listrik PLN, maka pemanfaatan Bioenergi sebagai energi lokal dapat menjadi solusi permasalahan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan listrik daerah tersebut.

Potensi Bioenergi dapat berasal dari hasil pertanian, kayu-kayuan, limbah pertanian dan kehutanan, limbah peternakan, limbah industri kelapa sawit, limbah industri kertas, limbah industri tapioka, sampah perkotaan dan lainnya. "Potensi biomassa untuk dijadikan energi listrik di Provinsi Aceh yang paling besar berasal dari industri kelapa sawit, yaitu sebesar 548,88 MW. Dimana pada catatan kami terdapat 26 Pabrik Kelapa Sawit yang beroperasi di Provinsi Aceh yang menghasilkan sekitar 863 ton tandan buah segar per jamnya," tutur Feby.

Pada tahun 2016 Kementerian ESDM telah membangun (dengan dana APBN) Biogas Komunal di Pondok Pesantren Oemar Kabupaten Aceh Besar. Yang mana biogas yang diproduksi oleh digester dapat digunakan sebagai pengganti gas elpiji untuk memasak.

Feby mengungkapkan salah satu tantangan terbesar dalam pengembangan bioenergi adalah kurangnya SDM andal yang memiliki keahlian dan keterampilan yang dapat mendukung percepatan pemanfaatan bioenergi dan keberadaan teknologi mumpuni yang memungkinkan harga bioenergi menjadi terjangkau. "Kami juga berharap rekan-rekan mahasiswa menjadi agen perubahan, memiliki perhatian akan pentingnya pemanfaatan energi hijau yang ramah lingkungan dan ikut serta berperan dalam upaya meningkatkan pemanfaatan dan kesadaran akan pentingnya energi bersih demi masa depan Indonesia yang lebih baik," tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, turut hadir sebagai narasumber Kepala Subdirektorat Investasi dan Kerja Sama Bioenergi, Elis Heviati; Dosen Fakultas Pertanian Unsyiah, Kiman Siregar; Perwakilan Yayasan Rumah Energi, Sitti Fharidha; Perwakilan APLIBI, Hanjaya Ekaputra; serta Ketua APROBI, Paulus Tjakrawan Taningdjaja. (Adv)

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2018