Jakarta (ANTARA News) - Menyambut Hari Anak Nasional, Aksi Cepat Tanggap bersama tim dokter di Bangladesh menggelar program khitanan massal untuk anak-anak pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh, pada Rabu (18/7) hingga Sabtu (21/7) lalu.

Tidak hanya itu, anak-anak yang telah melakukan khitan diberi bingkisan baju dan sarung, seperangkat pemberian dari masyarakat Indonesia.

"Alhamdulillah, selama 4 hari itu, kami tim dokter ACT telah mengkhitan sebanyak 101 anak pengungsi Rohingya di Bangladesh," kata dr. Andre, salah satu relawan dokter ACT asal Indonesia yang juga menangani langsung prosesi khitanan massal itu.

"Antusias anak-anak di sana untuk berkhitan ternyata sangat besar," tambahnya.

Tradisi khitanan massal mungkin sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, terutama bagi umat Muslim. Dalam ajaran Islam sendiri, khitan merupakan perintah wajib bagi kaum laki-laki, dan dianjurkan untuk kaum perempuan. Umumnya khitan diperuntukkan pada anak-anak usia balita hingga remaja.

Dr. Andre mengisahkan, sama seperti anak-anak pada umumnya, mereka yang dikhitan akan menangis ketika diberi obat bius.

"Wajar ada tangisan dari mereka saat disuntik, namanya anak-anak. Selesai prosesi, mereka kembali normal. Tidak buat takut anak yang lainnya juga, justru antrean semakin panjang," kata dr. Andre.

Ia menambahkan, pada hari pertama dan kedu  tim dokter ACT menggelar program khitanan massal itu di Klinik ACT yang berlokasi di Kamp Thengkhali. Akan tetapi, tim beralih  ke Kamp Kutupalong karena terkendala aliran listrik yang sering mati dan udara yang panas di dalam klinik.

Sebenarnya, lanjut dr. Andre, Kamp Kutupalong juga mengalami kendala yang sama, perihal ketersediaan listrik. Namun, melihat antusiasme anak-anak yang semakin besar, tim dokter menyiasatinya dengan membeli solar panel untuk menopang pencahayaan dan menormalkan suhu udara di dalam madrasah.
 
Menyambut Hari Anak Nasional, Aksi Cepat Tanggap bersama tim dokter di Bangladesh menggelar program khitanan massal untuk anak-anak pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh, pada Rabu (18/7) hingga Sabtu (21/7). (Dokumentasi Aksi Cepat Tanggap)


Sebagai dokter, dr. Andre mengaku baru pertama kali melakukan prosesi khitan di kamp pengungsian. Kurangnya peralatan, serta kondisi yang kurang kondusif menjadi tantangan tersendiri bagi dirinya dan juga tim dokter yang lain.

"Sebisa mungkin, bagaimanapun caranya semua harus tetap steril. Meski kondisinya habis banjir, listrik tidak memadai, ya kami berusaha untuk tetap steril," jelasnya.

Program khitan massal ini memberi kebahagiaan sendiri di kamp pengungsian setelah berminggu-minggu dihadapkan dengan banjir besar yang terjadi di hampir seluruh wilayah Bangladesh.

Selain melahirkan senyuman di wajah anak-anak Rohingya, limpahan syukur pun datang dari para orang tua.

"Terima kasih untuk ACT atas segala bantuannya, kami berharap akan ada khitanan lagi karena ini sangat baik untuk anak-anak kami," ujar Sulaeman, salah satu orang tua yang anaknya turut dikhitan.

Bertepatan dengan Hari Anak Nasional yang jatuh pada Senin (23/7), khitanan massal bisa menjadi cara bangsa Indonesia untuk berbagi kebahagiaan kepada anak-anak pengungsi Rohingya, mengingat kondisi mereka yang masih jauh dari kata merdeka.

Baca juga: Siswa TK Jember tulis pesan untuk Presiden

Baca juga: Merayakan Hari Anak Nasional di rumah sakit

Baca juga: Menteri PPPA: jangan ada lagi kekerasan pada anak

Baca juga: Pernikahan dini masih bayangi anak-anak Indonesia

Pewarta: Monalisa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018