"Kelapa sawit sangat penting perannya dalam mendukung upaya kita meningkatkan taraf hidup masyarakat"
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia kembali mengangkat isu produk minyak kelapa sawit pada Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN-Uni Eropa di Singapura.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi melalui keterangan tertulis yang di Jakarta, Sabtu, mengatakan ASEAN dan Uni Eropa sebagai dua organisasi regional terdepan di dunia seyogyanya bekerjasama dalam menyuarakan dan mengedepankan prinsip-prinsip multilateralisme dan perdagangan bebas, termasuk mencegah praktik proteksionisme.

"Hal ini harus tercermin dengan kebijakan yang konsisten, termasuk dalam konteks kelapa sawit," ujarnya. Pernyataan tersebut disampaikan Menlu RI untuk menyikapi semakin berkembangnya tren proteksionisme yang membawa dampak global, termasuk di kawasan Uni Eropa.

Terkait dengan produk kelapa sawit, Menlu RI menyatakan bahwa Indonesia mengikuti dengan seksama hasil kesepakatan Trialog Uni Eropa untuk Pedoman Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive/RED) II pada Juni 2018.

"Ada potensi diskriminasi kelapa sawit dengan penerapan sejumlah kriteria yang bias untuk biofuel, antara lain dengan membedakannya berdasarkan tinggi rendahnya risiko emisi karbon pada skema `Indirect Land Used Changed` (ILUC)," ungkap Menlu Retno.

Dalam pertemuan itu, delegasi Indonesia menyampaikan bahwa isu minyak kelapa sawit harus dibahas secara bijak karena menyangkut mata pencaharian lebih dari lima juta petani kecil di ASEAN yang bergantung pada industri kelapa sawit.

"Kelapa sawit sangat penting perannya dalam mendukung upaya kita meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tidak mungkin kita membahas permasalahan ini tanpa mempertimbangkan elemen-elemen terkait pemenuhan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)," ujar Retno.

Baca juga: Pengembangan perkebunan kelapa sawit efektif tekan kemiskinan

Untuk itu, lanjut dia, pemerintah Indonesia kembali mengajak Uni Eropa untuk bersama-sama membangun standar keberlanjutan (sustainability) seluruh minyak nabati yang inklusif.

Pernyataan Menlu Retno tersebut juga didukung oleh Menlu Malaysia Abdullah Syarifuddin yang juga mengangkat isu kelapa sawit dalam Peretemuan Menlu ASEAN-Uni Eropa.

Pertemuan ASEAN-Uni Eropa kali ini dipimpin bersama oleh Komisioner Tinggi Uni Eropa untuk Kebijakan Luar Negeri Federica Mogherini dan Menteri Luar Negeri Thailand, Don Pramudwinai selaku Koordinator kerja sama kemitraan ASEAN-Uni Eropa periode 2015-2018.

Uni Eropa adalah investor terbesar bagi ASEAN dengan nilai investasi sebesar 32,2 miliar dolar AS pada 2016. Sementara itu, total nilai perdagangan ASEAN-Uni Eropa pada 2017 mencapai 257,4 miliar dolar AS, yang menjadikan Uni Eropa sebagai mitra dagang terbesar kedua bagi ASEAN.

Baca juga: Pemerintah Indonesia minta UE tidak diskriminasi minyak sawit


 

Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018