Jakarta (ANTARA News) -  Sekretaris Jenderal MPR, Ma’ruf Cahyono, mengatakan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada masa sebelum perubahan UUD 1945 adalah model terbaik dari dokumen hukum haluan negara yang selama ini diterapkan, karena itu MPR dapat merekonstruksi model GBHN ini untuk diatur dalam UUD 1945.
   
Hal tersebut dia sampaikan dalam disertasi yang dipertahankan dalam promosi ujian terbuka jenjang Strata Tiga (S3) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Jayabaya, di Jakarta, Selasa (7/8/2018).
     
Ia mempertahankan disertasi yang berjudul “Haluan Negara Sebagai Dasar Pertanggungjawaban Presiden dalam Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan Berdasar Prinsip Negara Demokrasi Konstitusional” dalam ujian terbuka yang dipimpin Rektor Universitas Jayabaya, Prof H Amir Santoso MSoc PhD.
     
Menurut Cahyono, MPR memiliki kewenangan konstitusional untuk mengubah UUD NRI Tahun 1945 berdasarkan Pasal 37 UUD 1945.
   
“Oleh karena itu diperlukan kemauan politik MPR untuk melakukan perubahan UUD NRI Tahun 1945. Untuk dapat menerapkan GBHN sebagai model haluan negara maka UUD NRI Tahun 1945 harus diubah atau diamandemen secara terbatas,” katanya. 
   
Ma'ruf menjelaskan dalam amandemen UUD NRI Tahun 1945 ini perlu ada pengaturan posisi MPR sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan menyusun dan menetapkan GBHN serta memberi mandat (GBHN) dan meminta pertanggungjawaban kepada presiden (sebagai mandataris MPR) atas pelaksanaan haluan negara itu.
   
Selain merekonstruksi model GBHN dan memberi kewenangan kepada MPR, dia juga mengatakan perlu memberikan  kewenangan kepada DPR untuk menjalankan fungsi pengawasan atas pelaksanaan haluan negara yang dijalankan oleh presiden.
   
“Juga perlu memberikan kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjalankan fungsi mengadili presiden atas pelaksanaan haluan negara,” katanya. 
   
Ia menguraikan pertanggungjawaban merupakan hal yang penting. Kedaulatan rakyat menuntut prinsip agar setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan kemauan rakyat, harus dapat dipertanggungjawabkan oleh pemerintah kepada rakyat melalui wakil-wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
    
“Pertanggungjawaban merupakan salah satu syarat bagi tegaknya demokrasi di dalam penyelenggaraaan pemerintahan suatu negara,” katanya.
   
Ia juga menegaskan perlunya prinsip pertanggungjawaban presiden dalam pelaksanaan haluan negara untuk mewujudkan pemerintahan negara yang demokratis dan konstitusional.  Karena itu perlu penataan ulang hubungan tata kerja MPR dan presiden dalam pelaksanaan prinsip pertanggungjawaban untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan konstitusional.
   
Ia berhasil lulus dalam ujian terbuka dengan predikat “sangat memuaskan”. Ujian terbuka ini dihadiri Ketua MPR Zulkifli Hasan, Wakil Ketua MPR/Ketua DPD, Oesman Sapta, Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah, Wakil Ketua DPD, Ahmad Muqowam, Ketua Lembaga Pengkajian, Rully Chairul Azwar, anggota MPR, Bachtiar Aly.
   
Sebagai promotor adalah Prof Dr JH Sinaulan SH Mag MSc, dan ko-promotor Dr Ramlani Lina SH MH MM, dan Dr Yuhelson SH MH MKN. Sedangkan penguji adalah Prof Dr FX Adjie Samekto SH MH, Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Prof Dr H Syarifudin Tippe MSi, dan Dr Atma Suganda.

Pewarta: Jaka Sugianta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018