Jakarta (ANTARA News) - Pelatih tim nasional bola basket putra Indonesia, Fictor Gideon Roring, mengakui bahwa lawan mereka di laga pertama penyisihan Grup A Asian Games 2018, Korea Selatan, memiliki kualitas dua kelas di atas Indonesia.

Hal itu disampaikan pria yang akrab disapa Ito itu selepas kekalahan telak 65-104 dari Korsel di Hall Basket Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa.

"Saya rasa hasil ini ya, sesuai prediksi, bahwa Korea itu tim yang kuat. Dia punya pemain di dalam yang kuat, dia punya shooter-shooter nomor satu di Asia," kata Ito.

"Jadi jujur dia bukan cuma satu kelas di atas kita, dia dua kelas di atas kita," ujarnya menambahkan.

Selain perbedaan kelas yang diakui, Ito juga merujuk pada hilangnya momentum di antara para penggawa Merah Putih membuat jarak kekalahan menjadi sangat jauh.

"Itu momentum sih ya, momentumnya sudah hilang. Sangat sulit memang," ujarnya.

Baca juga: Basket putra Korsel pecundangi Indonesia

Baca juga: Hasil dan klasemen basket putra, Indonesia juru kunci


Sementara itu, guard Indonesia Andakara Prastawa Dhyaksa menilai ia dan rekan-rekannya tak cukup tenang dan terlanjur dilanda keraguan lantaran kehadiran pemain naturilasi Ricardo Ratliffe di kubu Korsel.

"Mungkin karena kita buru-buru dan berpadu ragu-ragu, nge-drive ada Ratliffe. Ya...berpengaruh jua sih, tapi itu bukan alasan," kata Prastawa.

"Berarti kira harus lebih tenang lagi, lebih mengalir lagi bolanya," ujar pebasket generasi kedua putra dari pasangan atlet Rastafari Horongbala dan Julisa M. Rastafari itu menambahkan.

Prastawa dan Ratliffe sama-sama menjadi mesin pencetak angka terbanyak timnya.

Prastawa mengemas 20 poin untuk Indonesia, sedangkan Ratliffe mencapai double-double 30 poin dan 19 rebound, dengan catatan ia menjadi penghangat bangku cadangan sepanjang kuarter pamungkas.

Baca juga: Dua pebasket Thailand jadi tumbal kemenangan, terancam tak main kontra Indonesia

Baca juga: Penggawa basket putra Jepang ingin benahi sektor "rebound"

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018