Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dan Korea Selatan berpotensi untuk memperkuat kemitraan di bidang ekonomi, terutama peningkatan investasi sektor industri manufaktur.

Peluang kolaborasi kedua negara ini akan terealisasi dalam rangkaian agenda kunjungan kenegaraan Presiden RI Joko Widodo ke Negeri Ginseng pada 10-11 September 2018.

"Lawatan tersebut sebagai kunjungan balasan Presiden Korsel Moon Jae?in ke Indonesia pada tahun 2017," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Sabtu.

Saat itu, lanjut Airlangga, Pemerintah Indonesia dan Korsel telah sepakat membuat payung kerja sama dalam upaya mempercepat pengembangan sektor industri potensial di antara kedua negara.

Menurut Menperin, komitmen bilateral sudah ditandai melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang dilakukan oleh Menteri Perindustrian RI Airlangga Hartarto bersama Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi Korsel Paik Un-gyu dengan disaksikan Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Korsel Moon Jae-in di Istana Bogor, 9 November 2017.

"Langkah sinergi itu antara lain meliputi kebijakan industri, peningkatan investasi, dan transfer teknologi yang diharapkan mampu mendorong perekonomian yang saling menguntungkan untuk kedua negara," ungkapnya.

Dijadwalkan, Menperin akan mendampingi Presiden Jokowi di Korsel.

Airlangga menjelaskan kemitraan strategis RI-Korsel yang segera diakselerasi adalah pengembangan industri manufaktur guna memacu daya saing dan produktivitasnya.

Beberapa sektor potensial itu, di antaranya industri logam, otomotif, kimia, perkapalan, elektronik serta industri kecil dan menengah.

"Sebagian sektor manufaktur tersebut merupakan prioritas di roadmap Making Indonesia 4.0, yang akan menjadi pionir dalam mengimplementasikan revolusi industri 4.0 di Tanah Air," imbuhnya.

Diharapkan, adanya kerja sama perusahaan RI-Korsel dapat memperdalam struktur industri manufaktur nasional.

Menperin menyampaikan, pihaknya aktif mendorong realisasi investasi dari para pelaku industri Korsel yang telah berkomitmen ingin menanamkan modalnya di Indonesia.

Misalnya, Lotte Chemical Titan yang akan berinvestasi sebesar USD3,5 miliar di Cilegon, Banten untuk memproduksi naphtha cracker dengan total kapasitas sebanyak dua juta ton per tahun.

"Bahan baku kimia tersebut diperlukan untuk menghasilkan ethylene, propylene dan produk turunan lain, sehingga nantinya kita tidak perlu lagi impor," tegasnya.

Rencananya, proyek ini akan membuka lapangan pekerjaan sebanyak 9.000 orang.

Airlangga mengemukakan investasi manufaktur lain dari Korsel yang menunjukkan kemajuan cukup baik, yakni Pohang Iron Steel Company (Posco) yang bekerja sama dengan PT Krakatau Steel Tbk untuk mengembangkan lini baru produk baja melalui anak usahanya, PT Krakatau Posco.

"Krakatau Posco akan bekerja sama dengan Nippon Steel untuk membangun pabrik penghasil cold rolling mill, karena end user-nya banyak dari Jepang seperti sektor otomotif. Target tahun 2019 sudah dimulai," tuturnya.

Perusahaan ini pun tengah mempercepat pembangunan proyek klaster 10 juta ton baja di Cilegon yang diperkirakan tercapai pada tahun 2025.

Di sektor otomotif, Kementerian Perindustrian juga telah mendorong Hyundai Motor Corporation (HMC) agar meningkatkan investasinya di Indonesia.

"Kami sudah merekomendasikan jika pihak HMC ingin berinvestasi di Indonesia, dapat mencari strategi yang berbeda dengan para pesaingnya, sebagai contoh adalah mengisi pasar sedan," ungkap Airlangga.

Apalagi, Kemenperin tengah memacu produksi sedan bagi pasar ekspor seiring upaya terhadap penurunan PPnBM untuk  mobil sedan.

RI-Korsel pun berkomitmen untuk mendukung aktivitas dan pengembangan IKM. Pasalnya, sektor ini berpotensi menggerakkan perekonomian nasional.

Upaya yang telah diakukan kedua negara adalah kerja sama di sektor industri kreatif, salah satunya melalui kegiatan Korean Creative Content Agency di Jakarta.

"Bapak Presiden Jokowi menyampaikan, kerja sama yang perlu diperkuat lagi adalah hubungan antara generasi muda Indonesia dan Korsel," sebutnya.

Nilai investasi Korsel terus meningkat sehingga menempati peringkat keempat terbesar di Indonesia. Hingga pertengahan tahun ini, nilainya telah mencapai 1,15 miliar dolar AS sementara tahun 2017 sebesar 2,2 miliar AS.

Sedangkan neraca perdagangan Indonesia dengan Korsel sepanjang tahun lau mengalami surplus sebesar 78 juta dolar AS dari total nilai perdagangan yang mencapai 16 miliar dolar AS.

Baca juga: Menlu: Indonesia-Korsel intensifkan kerja sama ekonomi

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2018