Yogyakarta (ANTARA News) -  Pertemuan organisasi perempuan berskala global bertajuk Sidang Umum ke-35 Dewan Perempuan Internasional (ICW) di Yogyakarta sukses menghasilkan sejumlah gagasan dan pranata perlindungan bagi kaum perempuan.

Sidang umum yang diikuti lebih dari 150 delegasi perempuan dari 20an negara ini menghasilkan resolusi dan rencana aksi yang disepakati antara anggota dan dewan direksi ICW.
   
Meski mengusung tema besar soal perempuan, namun ICW juga menyoroti isu-isu lain yang masuk dalam kategori diskriminasi sosial.
   
Pada sesi pengesahan dokumen Rencana Aksi Kerja ICW 2018-2021 kemarin, pada bagian "Isu Sosial" di nomor "Penuaan", muncul tambahan poin untuk mempromosikan penuaan positif.
   
Penuaan positif atau "Positive Ageing" menjadi istilah yang belum jamak didengar di masyarakat, baik pemahaman hingga fungsinya pun masih dipertanyakan. Dengan dasar itu, atas masukan dari sejumlah delegasi di sidang umum maka dimasukkan poin tersebut.
   
Salah seorang anggota Dewan Legislaltif ICW yaitu Elisabeth Newman pun memaparkan arti dari istilah tersebut.
   
Saat ditemui Antara usai pemaparan rencana aksi kerja ICW di Yogyakarta, wanita Australia berusia 72 tahun itu menjelaskan bahwa penuaan positif merupakan istilah yang menggambarkan bentuk positif dari proses penuaan manusia yang dinilai tidak produktif sehingga menjadi beban masyarakat.
   
Istilah ini mulai dipakai untuk menghentikan segala penilaian negatif yang ditujukan pada lansia, serta mempromosikan bahwa lansia pun masih memiliki kemampuan untuk beraktifitas harian meski telah berusia 70 tahun lebih. Ketika seseorang memasuki masa pensiun pun, para lansia sebetulnya tetap bisa berkegiatan di luar rumah, tutur anggota seumur hidup ICW itu.
   
Kegiatan yang bisa dipilih lansia seperti aktif menjadi relawan sosial, datang ke sekolah dan berbagi sejumlah pengalaman kehidupan yang akan berguna bagi generasi muda. Para mentor diyakini bisa menjadi mentor kehidupan yang baik bagi para siswa, tutur Elisabeth menambahkan.
   
Penuaan positif sebetulnya mulai diangkat oleh sejumlah lembaga atau komunitas internasional guna menekan pandangan masyarakat bahwa penuaan merupakan hal yang tidak menguntungkan dan hanya menjadi pesakitan. Pandangan seperti itu secara nyata banyak ditemui di berbagai negara.
   
Oleh sebab itu, mengubah pola pikir masyarakat terhadap penuaan dan memberikan dukungan pada lansia adalah garis besar dari pemunculan ide tersebut dalam sidang umum ICW. Tidak hanya di negara-negara maju, pengenalan istilah penuaan positif juga sudah disuarakan hingga tingkat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
   
Harapannya, di masa mendatang para lansia masih memiliki nilai dan peran di tengah masyarakat serta tatanan sosial, pungkas perempuan yang sudah berkiprah di ICW lebih dari 40 tahun ini.

Baca juga: Artikel - Arti pergerakan perempuan bagi Elisabeth Newman, anggota seumur hidup ICW

Beban Negara
   
Proyeksi dari pemunculan istilah penuaan positif tidak hanya menyasar masyakarat, namun juga pada aspek ekonomi negara.
   
Tidak bisa dipungkiri, para lansia yang sudah tidak produktif tentu menjadi beban bagi negara yang memiliki alokasi anggaran khusus pada kategori masyarakat tersebut.
   
Belum ada data utuh yang secara eksplisit menampilkan besaran sebuah negara untuk menghidupi lansia.
   
Jika melihat pada situasi di Inggris misalnya, pada tahun 2015 beban hidup seorang lansia ditanggung oleh 3,16 warga negara Inggris usia produktif (1:3,16).
   
Namun berdasarkan laporan yang dilansir dari telegraph.co.uk, angka tanggungan itu mengalami tren penurunan yaitu menjadi 1:2,90 (tahun 2020), 1:2,77 (2025-2030), dan 1:2,61 (2035).
   
Situasi tersebut tidak hanya akan dialami Inggris, namun juga negara-negara lain di dunia selama jumlah lansia melebihi jumlah penduduk produktif.
   
Jika melihat perkembangan itu, maka banyak negara-negara maju di dunia yang menghadapi hal serupa.
   
Antara lain Jepang yang pada tahun 2011 sebanyak 23 persen penduduknya merupakan lansia di atas 65 tahun dan diprediksi meningkat jadi 36 persen pada 2050.
   
Lalu Amerika Serikat dengan 13 persen di 2011 menjadi 21 persen pada 2050, atau Spanyol dari 17 persen di 2011 menjadi 33 persen di 2050.
   
Menyikapi hal ini, Elisabeth menilai fakta tersebut memang tidak bisa dielakkan, namun bukan berarti menjelma sebagai ancaman bagi masyarakat.
   
Caranya dengan tetap memberdayakan para lansia pada kegiatan sosial atau secara sadar dan mandiri ikut aktif pada kegiatan atau lembaga sosial tertentu.
   
Dengan bangga dia mencontohkan, meski dirinya sudah berusia lebih dari 70 tahun namun dirinya tidak memiliki keinginan untuk menggunakan fasilitas kesehatan secara mudah yang disediakan pemerintah.
   
Di satu sisi, dia lebih memilih untuk terus aktif di ICW dan memperjuangkan hak perempuan di seluruh dunia.
   
Alih-alih membebani negara, katanya melanjutkan, akan lebih bermanfaat jika anggaran yang disediakan pemerintah baginya bisa digunakan bagi pengembangan generasi muda.
   
Jika pemerintah tidak memberikan pengarahan yang tepat kepada generasi muda, katanya melanjutkan, bisa-bisa justru mereka yang akan menjadi beban keuangan negara karena terlibat penyalahgunaan narkoba atau ketergantungan alkohol.
   
"Lansia memang secara fisik sudah lemah, tapi jika generasi muda berbuat demikian tentu yang rusak adalah otak mereka," pungkas Elisabeth dengan tegas.

Baca juga: Kesejahteraan negara bukan alasan perempuan bungkam

Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2018