Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Dunia telah menyepakati 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dapat tercapai pada 2030, namun sejak diikrarkan pada 2015 lalu upaya untuk meraihnya belum optimal karena sebagian besar masih dilakukan pemerintah dengan anggaran yang terbatas.

Investasi berdampak menjadi salah satu solusi untuk mempercepat pencapaian SDGs 2030 yang dikemukakan pada hampir setiap sesi Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF)- Bank Dunia (WB) 2018 di Nusa Dua, Bali, 8-14 Oktober 2018.

Salah satunya disampaikan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla dalam Forum Infrastruktur Global, Sabtu (13/10), mengatakan pemerintah negara dengan pendapatan menengah ke bawah tidak mungkin membiayai semua infrastruktur publik karena keterbatasan anggaran.

Di samping itu, masing-masing negara juga mengalami masalah domestik yang juga perlu diselesaikan lebih dulu agar upaya pencapaian SDGs dapat dipercepat dan dirasakan manfaatnya oleh masyrakat, yakni bagaimana mempercepat pembangunan dengan melibatkan investor swasta, pembiayaan proyek jangka panjang, efektivitas strategi pemerintah, dan peningkatan teknologi. 

Forum tersebut menyepakati pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan kualitas hidup masarakat yang akhirnya mempermudah semua pihak untuk mempercepat pencapaian SDGs.

Wapres mencontohkan target pertama SDGs, yakni penuntasan kemiskinan dalam berbagai bentuk, dapat tercapai jika suatu masyrakat di pulau terpencil mendapatkan akses jalan desa atau jembatan yang menghubungkannya dengan pulau yang lebih besar dan memiliki fasilitas publik yang lebih maju.

Wapres mengatakan dengan 10 km jalan desa yang menghubungkan satu pulau terpencil saja, orang sudah bisa bergerak dengan mudah, mereka bisa ke pasar dengan mudah, pergi ke puskesmas untuk berobat jadi lebih mudah, yang artinya kemampuan masyarakat untuk  menjadi sejahtera juga meningkat.

Oleh karena itu, forum tersebut menyerukan kerja sama multilateral untuk menjawab tantangan infrastruktur global yang akan menunjang pencapaian SDGs, terutama dalam meningkatkan keterlibatan sektor swasta untuk beinvestasi pada proyek-proyek yang berdampak sosial.

Selain infrastruktur, peningkatan modal manusia juga sangat diperlukan untuk mempersiapkan anak-anak yang lahir pada hari ini agar lebih siap menghadapi masa depan bahkan setelah 2030.



Modal Manusia

Dalam pertemuan tahunan tersebut, Bank Dunia meluncurkan Indeks Modal Manusia (HCI) yang berfokus pada kualitas kesehatan dan pendidikan anak-anak yang baru lahir hingga mereka siap bekerja dan berkontribusi bagi perekonomian suatu negara dengan skala 0-1.

Ukuran penghitungan meliputi tiga kriteria, yakni kelangsungan hidup (akankah anak-anak yang lahir hari ini bertahan hidup hingga mereka mencapai usia sekolah?), pendidikan (berapa banyak masa sekolah yang akan mereka selesaikan dan berapa banyak yang akan mereka pelajari?), kesehatan (apakah mereka akan meninggalkan bangku sekolah dengan kesehatan yang baik, siap untuk belajar lebih lanjut dan/atau bekerja saat mereka dewasa?).

Menurut kriteria tersebut, jika skor suatu negara, misalnya 0,5, berarti individu dan negara secara keseluruhan kehilangan setengah potensi ekonomi masa depan mereka.

Bank Dunia menilai HCI Indonesia 0,53 mengindikasikan pemerintah perlu meningkatkan investasi yang efektif untuk meningkatkan kualitas modal manusia melalui kesehatan dan pendidikan demi daya saing ekonomi Indonesia di masa depan.

Bank Dunia mengukur HCI berdasarkan tingkat pendapatan dari 158 negara yang menunjukkan bahwa 56 persen anak-anak yang lahir hari ini di seluruh dunia akan kehilangan lebih dari setengah potensi pendapatan seumur hidup mereka, karena pemerintah mereka saat ini belum melakukan investasi yang efektif pada penduduk untuk memastikan populasi yang sehat, berpendidikan, dan tangguh siap untuk tempat kerja di masa depan.



Investasi Berdampak

Untuk menjamin tecapaianya target SDGs dan bahkan pasca-2030, para pemimpin dunia dan toko-tokoh perubahan, seperti filantropis dunia Melinda Gates dan CEO Alibaba Jack Ma, mendorong semua pihak untuk melakukan langkah nyata untuk berinvestasi pada proyek-proyek berdampak, termasuk pada modal manusia.

Kerja Sama Keuangan Internasional (IFC), anggota Bank Dunia, memperkirakan saat ini terdapat aset bernilai lebih dari 100 triliun dolar AS yang dikelola institusi investasi besar, baik konglomerasi maupun pribadi.

CEO IFC Phillippe Le Houerou dalam seminar "Berinvestasi untuk Dampak Positif: Apa yang Perlu Ditingkatkan" di Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10), mengatakan tengah menyusun panduan prinsip yang dapat memudahkan sektor swasta mengalokasikan uangnya untuk investasi berdampak.

Secara umum, panduan IFC yang diperkenalkan di Bali pada Oktober 2018 dan ditargetkan disepakati di Washington DC pada April 2019 itu akan berisi prinsip-prinsip yang menjadi standar bagi pasar untuk investasi berdampak, yakni bahwa investor tidak hanya mencari keuntungan ekonomis, namun juga memperhatikan dampak positif jangka panjang bagi masyarakat.

Penyusunan panduan yang dipimpin IFC itu melibatkan manajer aset terkemuka, pemilik aset, pengelola aset, bank pembangunan, dan berbagai institusi keuangan di dunia.

Saat ini, pasar untuk investasi berdampak telah bernilai 228 miliar dolar AS yang diperkirakan akan tumbuh hingga lima kali lipat sejak dimulai pada 2013 karena para penanam modal menyesuaikan investasi mereka dengan sektor-sektor SDGs.

"Saya mengajak Anda semua berinvestasi pada modal manusia untuk bagaimana memastikan generasi muda memiliki kesempatan mentransformasi dunia," kata Melinda Gates dalam Pertemuan Modal Manusia: Panggilan Global untuk Langkah Nyata, yang menjadi salah satu acara Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10).

Sementara itu dalam salah satu sesi dialog Jack Ma dan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim pada Jumat (12/10), CEO Alibaba menggarisbawahi pentingnya perubahan sistem pendidikan yang dapat mempersiapakan anak-anak saat ini untuk menjadi para pengusaha di masa depan.

"Membangun jiwa wirausaha sejak dini lebih penting daripada teknologi, teknologi penting, sangat penting, tapi tidak semua orang akan mendapatkan kesempatan bekerja untuk orang lain, Anda harus mendidik anak-anak muda untuk orang memberi pekerjaan untuk orang lain," kata dia.

Di Indonesia, Jack Ma berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia untuk membangun Institut Wirausahawan Jack Ma yang akan memberikan pelatihan teknologi internet pada seribu anak muda setiap tahun selama kurun 10 tahun. *

Baca juga: Tekan tensi perang dagang, hentikan "masa kelam"

Baca juga: Indonesia Bersuara Lantang Untuk Kurangi Dampak Ketidakpastian Ekonomi Global


 


 

Pewarta: Azizah Fitriyanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018