Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemerintah berhati-hati dalam membuat keputusan mengenai tawaran pinjaman dari lembaga keuangan internasional untuk membiayai rekonstruksi pascabencana di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah.

"Ya namanya tawaran, nanti kita pertimbangkan karena kebutuhan kita tidak sebesar itu juga. Ini pinjaman, jadi kita harus hati-hati juga; tapi ya dalam keadaan begini kita juga berterima kasih dengan adanya tawaran itu," katanya di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa.

Pemerintah masih menghitung nilai kerugian akibat bencana gempa bumi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, serta gempa, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Sigi di Sulawesi Tengah.

Pemerintah masih mendata kerusakan dan selanjutnya akan menghitung kebutuhan biaya untuk rekonstruksi dan rehabilitasi di daerah-daerah terdampak gempa tersebut.

"Nanti tawaran itu kita pertimbangkan, berapa sebenarnya kebutuhkan kita. Tapi itu jelas jangka panjang, jadi 30 tahun lebih. Jadi lebih menarik sebenarnya dibandingkan apabila kita memakai dana APBN yang ada, tetapi kita tidak boleh berlebihan," katanya.

Ia mengatakan tawaran dari lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia saat ini berbeda dengan ketika gempa bumi dan tsunami menghancurkan Aceh pada 2004.

"Memang beda antara Aceh dan Lombok (serta Palu). Kalau Aceh, semuanya grant (hibah); ini pinjaman," katanya.

Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia telah menawarkan bantuan pinjaman jangka panjang masing-masing sebesar satu miliar dolar AS untuk rekonstruksi Lombok dan Palu.

Sementara untuk dana hibah, Bank Dunia memberikan senilai lima juta dolar AS dan Bank Pembangunan Asia sebesar tiga juta dolar AS untuk rekonstruksi Lombok dan Palu.

Baca juga:
Bank Dunia siapkan pinjaman satu miliar dolar untuk rekonstruksi bencana di Indonesia
Presiden ADB temui Jokowi tawarkan 1 miliar dolar AS bantuan bencana

 

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018