Yogyakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR Mahyudin menekankan perlunya menerapkan demokrasi ala Indonesia untuk merepresentasikan budaya Indonesia yang sebenarnya.

"Kita pakai demokrasi ala Indonesia saja yang tidak copy paste dari Barat. Kalau kita mengedepankan musyawarah mufakat itu lebih baik daripada harus melakukan voting yang menimbulkan luka bagi yang kalah dan jumawa bagi yang menang," kata Wakil Ketua MPR Mahyudin dalam siaran pers yang diterima Antara Jakarta, Sabtu.

Menurut Mahyudin, setiap negara seharusnya memiliki ciri demokrasinya sendiri yang berbeda dengan negara lain. Amerika dan Inggris dengan demokrasinya sendiri.

"Kita pun seharusnya punya demokrasi sendiri sesuai dengan kultur Indonesia," ujar politikus Partai Golkar tersebut.

"Menurut saya demokrasi  langsung seperti sekarang ini tidak bisa berjalan efektif karena rakyat kita masih banyak yang miskin," imbuhnya.

Mahyudin menyampaikan pendapat itu saat secara resmi membuka kegiatan Press Gathering Pimpinan MPR dengan Wartawan Parlemen di Yogyakarta, Jumat malam.

Pembukaan tersebut dihadiri Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani selain beberapa pimpinan fraksi di MPR seperti Ketua Fraksi Gerindra Fary Djemi Francis, Ketua Fraksi PPP Arwani Thomafi, Ketua Fraksi Hanura Capt Jhoni Rolindrawan, Sekretaris Fraksi Demokrat Ayub Khan, Agathi Sulie dari Fraksi Partai Golkar, El Nino dari Fraksi Partai Gerindra dan Sesjen MPR Ma'ruf Cahyono serta Kepala Biro Humas Siti Fauziah.

Di depan peserta Press Gathering, Mahyudin mengakui demokrasi kita adalah demokrasi yang mahal.

"Jika dikaitkan banyak kepala daerah berurusan dengan hukum karena kasus korupsi, kita akui bahwa demokrasi kita mahal," katanya.

Mahyudin mencontohkan kasus ketika diberi tawaran untuk menjadi gubernur Kalimantan Timur. Dia mengatakan memerlukan dana sedikitnya Rp50 miliar untuk menjadi calon gubernur. Dia menegaskan dana sebesar itu lebih baik dialokasikan untuk membuat kebun sawit.

Dirinya sependapat dengan pernyataan Sri Sultan tentang perlunya mengkaji ulang pemikiran untuk membawa bangsa ini ke depan di tengah maraknya kasus korupsi yang membelit sejumlah kepala daerah.

"Saya berharap pemilihan gubernur, bupati, walikota dilaksanakan secara musyawarah mufakat di DPRD saja. Itu lebih murah dan bisa menjamin pemimpin berkualitas. Kita harus punya demokrasi sendiri ala Indonesia," tegasnya.

Secara khusus, Mahyudin berpesan kepada wartawan parlemen untuk menyampaikan berita yang tidak menyulut perselisihan.

Baca juga: Wakil Ketua MPR Mahyudin waspadai adu domba di tahun politik

Sebelumnya, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubowono X berbicara tentang demokrasi di hadapan peserta Press Gathering MPR.

"MPR agar merenung dan mengevaluasi 73 tahun Indonesia merdeka, perjalanan bangsa ini apakah sesuai dengan tujuan para founding father ketika mendirikan negara ini?" katanya.

Sultan memberikan contoh penerapan demokrasi di Korea Utara yang memiliki demokrasi ala Korea Utara. Tiongkok dengan sistem demokrasinya sendiri dan Amerika yang merasa bangga dengan demokrasi ala Amerika.

 "Mengapa kita tidak bisa mengatakan demokrasi ala Indonesia?" tanya Sultan.

Dalam kesempatan itu, Sultan juga mengusulkan kemungkinan untuk melibatkan oposisi di dalam kabinet.

"Jika ada orang di oposisi yang punya potensi, kenapa tidak masuk kabinet? Tidak ada yang dilanggar," ungkapnya.

"Kalau dasarnya kebersamaan, bukan pemerintah dan oposisi, maka potensi orang-orang dalam oposisi bisa dimanfaatkan untuk membangun republik dengan kebersamaan," imbuhnya.

"Dengan kebersamaan dan tepo seliro, pemimpin harus memberi  pelayanan tanpa diskriminasi. Memberi ruang bagi minoritas. Bukan demokrasi barat yang memberi batas mayoritas dan minoritas," pungkasnya.(KR-KAT)

Pewarta: Katriana
Editor: Jaka Sugiyanta
Copyright © ANTARA 2018