... yang sudah mapan cenderung memilih kandidat yang mampu atau tidak eksekusi suatu kebijakan dan memberikan ketedahan...
Warga yang tergabung dalam relawan Milenial for Jokowi-Ma'ruf Amin menghadiri deklarasi dukungan di Rumah Aspirasi, Menteng, Jakarta, Sabtu (6/10/2018). Mereka menyatakan dukungan bagi pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pemilu 2019. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, menilai, pemilih milenial menjadi magnet bagi para politisi khusus calon anggota legislatif (caleg) untuk menggaet suara dari kalangan itu. Milenial menjadi kata ganti untuk kaum muda usia. 

"Kalangan milenial dianggap 'seksi' karena jumlahnya sekitar 60 juta suara," kata dia, usai menghadiri deklarasi Perkumpulan Swing Voters, di Jakarta, Minggu.

Hal itu, menurut dia, membuat para politisi memposisikan diri sebagai anak muda atau milenial demi menggaet suara yang jumlahnya signifikan itu.

Karena itu dia menilai di pikiran para politisi itu, memenangkan kontestasi lalu menganalogikan dia sebagai kaum milenial dan berusaha semaksimal mungkin menjadi milenial. Termasuk juga tampil a'la kalangan milenial dengan busana yang "muda". 

"Hal itu tidak masalah asalkan dalam koridor yang benar dan tidak melampaui batas," ujarnya.

Ia mengingatkan, kaum milenial memiliki preferensi sendiri dalam menentukan pilihan politiknya dan tidak bisa disamakan dengan kriteria kalangan di luar mereka.

Dia mencontohkan dirinya yang sudah berusia 60 tahun cenderung memilih kandidat yang kalem dan tidak akan memilih yang "cengengesan".

"Orang yang sudah mapan cenderung memilih kandidat yang mampu atau tidak eksekusi suatu kebijakan dan memberikan ketedahan," katanya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018