Program ini menjadi kesempatan untuk bertemu orang-orang baru, membangun jaringan, serta mengidentifikasi potensi kerja sama
Jakarta  (ANTARA News) - Sebanyak 22 remaja dari negara-negara Asia Tenggara mengikuti ASEAN Youth Interfaith Camp (AYIC) 2018 yang diadakan selama enam hari ke depan di Jakarta, Yogyakarta, dan Bali.

Resmi dibuka oleh Wakil Menteri Luar Negeri RI AM Fachir di Gedung Pancasila, Jakarta, Senin, program ini bertujuan menanamkan nilai-nilai toleransi serta cara mengelola keberagaman agama dan budaya kepada generasi muda ASEAN, untuk memastikan kawasan ini selalu damai, sejahtera, dan berkeadilan.

"Pengembangan kerja sama antargenerasi muda di berbagai bidang sangat diperlukan untuk mencapai kepentingan bersama", kata Wamenlu.

Program ini menjadi kesempatan untuk bertemu orang-orang baru, membangun jaringan, serta mengidentifikasi potensi kerja sama yang kemudian dapat diterjemahkan dalam aktivitas kreatif yang nyata di bidang ekonomi, akademik, maupun sosial budaya.

Menurut Wamenlu Fachir, generasi muda memiliki kekuatan kreatif yang sangat kuat khususnya untuk memerangi intoleransi yang masih menjadi salah satu tantangan di kawasan.

"Melalui kreativitas dan kerja sama, generasi muda diharapkan bisa memelihara kebiasaan berdialog untuk memerangi ketidakpedulian yang merupakan benih dari intoleransi," kata dia.

AYIC 2018 adalah pintu bagi anak-anak muda untuk semakin terlibat dalam menciptakan satu visi, satu identitas, dan satu komunitas ASEAN.

Mereka kemudian diharapkan dapat menyebarkan nilai-nilai toleransi dan pesan perdamaian kepada dunia.

Baca juga: Pemuda dari 21 negara "mondok" di pesantren Jombang

Salah satu peserta dari Myanmar, Ye Min Phyo, menilai AYIC sebagai program yang sangat bagus untuk menyampaikan pesan saling memahami dan menghormati.

"Ada sebagian orang yang memiliki keyakinan kuat pada agamanya, dan itu menyebabkan dia menjadi intoleran sehingga mempromosikan perdamaian dan hubungan yang baik menjadi penting," kata dia.

Sementara peserta asal Malaysia, Darrick Chan Eng Siang, meyakini pentingnya toleransi antarumat beragama untuk menyelesaikan berbagai masalah di kawasan.

"Isu-isu minor seperti kaitannya dengan ras masih terus terjadi di antara penduduk. Ini harus dihentikan karena kita hidup di kawasan yang sangat beragam, sehingga pemahaman bersama sangat diperlukan," kata Darrick.

Ye Min Phyo, Darrick, beserta puluhan rekannya akan mengikuti serangkaian kegiatan AYIC 2018 melalui interaksi langsung berupa dialog, diskusi, dan seminar di antaranya di Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral di Jakarta; Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Masjid Kotagede Mataram di Yogyakarta; serta Pura Besakih dan Desa Dalung di Bali.

Mereka juga berkesempatan berdialog dengan akademisi dan mahasiswa di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan Universitas Hindu Indonesia, Bali.

AYIC 2018 adalah bentuk implementasi dari ASEAN Declaration on Culture of Prevention for a Peaceful, Inclusive, Resilient, Healthy and Harmonious Society yang disahkan oleh para kepala negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-31 di Manila, tahun lalu.

Deklarasi ini menekankan pada pendekatan berbasis masyarakat, sehingga manfaat ASEAN dapat dirasakan pada tataran akar rumput, serta dapat berkontribusi terhadap terciptanya perdamaian dan stabilitas kawasan.  

Baca juga: Pemuda tani Indonesia gelar ASEAN Farmers Youthcamp-I
Baca juga: Pemuda ASEAN-Jepang dalami kehidupan di Indonesia

 

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018