Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan akan memanfaatkan data Automatic Exchange of Information (AEoI) atau pertukaran informasi internasional untuk kepentingan perpajakan, untuk meningkatkan kepatuhan pajak pada 2019 mendatang.
    "Untuk 2019, strategi pajak yang sedikit berubah adalah terkait data-data AEoI yang kita terima akhir September lalu. Secara konkret ini kita harapkan bisa kita kelola dengan baik khususnya di sana untuk menguji kepatuhan perpajakan," kata Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan saat jumpa pers di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (31/10) malam.
    Pada akhir September 2018 lalu, Indonesia telah menerima informasi keuangan dari 58 negara yurisdiksi mitra dalam rangka penerapan AEoI. Sementara itu, Indonesia sendiri sudah mengirim laporan yang berisi informasi keuangan kepada 51 negara yurisdiksi mitra.
      Total terdapat 1.809 laporan informasi keuangan yang berasal dari lembaga jasa keuangan domestik di bidang perbankan, pasar modal, dan asuransi melalui Sistem Pelaporan Informasi Nasabah Asing Otoritas Jasa Keuangan (SiPINA OJK).
     Berdasarkan data Ditjen Pajak, per 1 Oktober 2018, terdapat 5.870 Lembaga Keuangan (LK) terdaftar dimana sebanyak 5.637 merupakan LK pelapor dan 233 LK non pelapor.
    Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk ikut serta memperbaiki sektor perpajakannya dengan ikut menjadi anggota negara-negara yang menerapkan AEoI. Ada dua kumpulan (batch) negara yang ikut dalam keanggotaan AEoI, yaitu yang aktif memulai pertukaran data perpajakannya di 2017 dan yang memulai di 2018.   
     Dikutip dari situs Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), berikut daftar 50 negara batch pertama yang mulai aktif bertukar data perpajakan di 2017 antara lain Anguilla, Argentina, Belgium, Bermuda, British Virgin Islands, Bulgaria, Cayman Islands, Colombia, Croatia, Cyprus, Czech Republic, Denmark, Estonia, Faroe Islands, Finlandia, Perancis, Jerman, Gibraltar, Yunani, Greenland, Guernsey, Hongaria, Islandia, India, Irlandia, Isle of Man, Italia, Jersey, Korea, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Malta, Mexico, Montserrat, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Rumania, San Marino, Seychelles, Republik Slovakia, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Turki dan Caicos Islands dan Inggris..
        Sedangkan daftar 50 negara batch kedua yang aktif bertukar data perpajakan di 2018 antara lain Andorra, Antigua and Barbuda, Aruba, Australia, Austria, The Bahamas, Bahrain, Barbados, Belize, Brazil, Brunei Darussalam, Kanada, Cile, Cina, Cook Islands, Costa Rica, Curaçao, Dominica, Ghana, Grenada, Hong Kong (China), Indonesia, Israel, Japan, Kuwait, Lebanon.
     Selanjutnya, Marshall Islands, Macao (China), Malaysia, Mauritius, Monako, Nauru, New Zealand, Niue, Pakistan, Panama, Qatar, Rusia, Saint Kitts and Nevis, Samoa, Saint Lucia, Saint Vincent and the Grenadines, Arab Saudi, Singapura, Sint Maarten, Swiss, Trinidad Tobago, Turkey, Uni Emirat Arab, Uruguay dan Vanuatu.
     Sebelumnya, dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019 yang baru saja disahkan dalam Rapat Paripurna DPR Rabu lalu, pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp2.165,1 triliun. Penerimaan perpajakan sendiri ditargetkan sebesar Rp1.786,4 triliun.
   Robert menuturkan, strategi untuk menggenjot penerimaan pajak pada 2019 mendatang relatif sama dengan tahun ini dimana Ditjen pajak akan terus meningkatkan pelayanan baik dari sisi pembayaran, pelaporan, maupun pendaftaran, menjadi lebih mudah.
    "Itu akan terus kita kembangkan. Dari sisi penegakan hukum, pemeriksaan akan kita tingkatkan kualitasnya. Mudah-mudahan di 2019 kualitas pemeriksaan bisa kami perbaiki aturan dan prosesnya," ujar Robert.
Baca juga: CITA proyeksikan peneriman pajak tahun ini 94 persen
Baca juga: Menkeu: fasilitas insentif perpajakan untuk dorong perekonomian

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018