Jakarta (ANTARA News) - Hasil survei Y-Publica menyebutkan, sebagian besar responden menilai tindakan Ratna Sarumpaet dengan melakukan pembohongan publik telah menjadi korban pengeroyokan merupakan skenario politik. 
 
"Sebagian besar responden (40.5 persen) yang mengetahui kasus tersebut tersebut beranggapan bahwa tindakan Ratna adalah bagian dari skenario politik, sementara 39,1 persen menyatakan tidak dan 20,4 persen menyatakan tidak menjawab," kata Direktur Eksekutif Y-Publica, Rudi Hartono, saat memaparkan hasil surveinya bertema "Politik Kebohongan Mengancam Pemilu 2019?", di Jakarta, Senin. 
 
Publik, kata dia, menilai bahwa tindakan Ratna tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan posisinya sebagai salah satu juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi (71,5 persen). 
 
Menurut Hartono, kasus hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet berdampak luas pada masyarakat. Faktanya, hampir separuh responden (49,8 persen) mengaku mengetahui kabar itu. 
 
Ia menyebutkan, mayoritas responden (81,3 persen ) di antara mereka yang mengetahui hoaks penganiayaan Ratna menganggap politik kebohongan seharusnya tidak diperkenankan dalam kontestasi politik. 
 
"Hanya 9,5 persen saja yang setuju, dengan persepsi yang negatif soal politik. Misalnya, persepsi bahwa dalam politik segala cara dihalalkan demi untuk meraih kekuasaan," ucap Hartono. 
 
Ia menambahkan, penggunaan politlk kebohongan memang sedang mendunia pasca-kemenangan Donald Trump di Amerika Serikat. Baru-baru ini gaya Trump ditiru calon presiden Brazil, Jair Bolsonaro, hingga berhasil memenangkan pemilu. 
 
Ada kemiripan gaya atau taktlk politik yang dilakukan Trumpp dan Bolsonaro, yaitu mengandalkan fake news sebagai senjata melumpuhkan lawan politik; selalu berbicara tentang kejayaan masa lalu sekalipun itu kediktatoran, lalu mengutuki masa kini sebagai kemunduran, dan mendekati perempuan atau emak-emak sebagai alat mendongkrak popularitas politik
 
Populasi survei Y-Publica adalah warga negara Indonesia yang sudah mempunyai hak memilih dan dipilih, yaitu berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah. 
 
Jumlah sampel adalah 1200 responden yang dipilih secara acak bertingkat, mewakili 34 provinsi di Indonesia.
 
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka kepada responden terpilih dengan menggunakan kuesioner.
 
Pengambilan data dilakukan pada 10-20 Oktober 2018 dan margin error adalah 2,98 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018