Jakarta (Antara News) - Dalam rangka mengawal proses pengembangan inovasi obat dan makanan di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menandatangani memorandum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito menjelaskan bahwa selain melakukan pengawalan penelitian serta pengembangan obat dan makanan, melalui nota kesepahaman itu pihaknya juga akan bersinergi untuk membangun kebijakan nasional dan regulasi, sehingga hasil penelitian dapat dihilirisasi atau dikomersialisasi.

"Sebagai contoh, penelitian bahan baku obat yang kemudian dapat kita hilirisasi dan replikasi sangat dibutuhkan untuk membangun kemandirian pasokan bahan baku obat dalam negeri," kata Penny di Jakarta, Senin.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, bahwa menurut Industry Facts and Figures 2017 yang dipublikasikan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada tahun 2016, pada kelompok industri non migas, industri makanan dan minuman mengalami pertumbuhan paling besar yaitu 8,46 persen. Sedangkan industri kimia, farmasi, dan obat tradisional tumbuh 5,48 persen.

Namun di tengah pertumbuhan industri yang sangat baik tersebut, industri farmasi di Indonesia justru tengah menghadapi tantangan mayoritas, dimana 90-95 persen bahan baku masih bergantung pada impor.

"Hal itu mendorong pemerintah untuk segera melakukan percepatan pengembangan industri farmasi, guna mewujudkan kemandirian dan meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri," ujar Penny.

Langkah kerjasama ini pun, tambah Penny, merupakan perwujudan amanat dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.

Nota kesepahaman ini katanya juga memiliki nilai strategis, mengingat Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang potensial untuk pengembangan produk farmasi, seperti produk bioteknologi, obat tradisional termasuk fitofarmaka, dan produk natural lainnya.

"Ini juga merupakan dasar bagi pengembangan kerja sama lebih lanjut antara akademisi, pelaku usaha, dan pemerintah. Hasil penelitian dapat difasilitasi oleh pemerintah, untuk selanjutnya dikembangkan dan digunakan pelaku usaha agar memberi manfaat bagi masyarakat," imbuhnya.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2018