Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden, Jusuf Kalla, mengatakan, tidak semua kebijakan pemerintah tentang perekonomian, khususnya terkait relaksasi daftar negatif investasi (DNI), harus dibicarakan dengan para pengusaha sebelumnya.

"Tidak semua kebijakan pemerintah harus dibicarakan dengan pengusaha, tidak semua. Jangan lupa, Presiden (Jokowi) dan saya dan juga Menko (Luhut Panjaitan) ini pengusaha juga, jadi mengerti juga. Pak Jokowi ngerti, saya ngerti, Menko Maritim ngerti soal dagang-dagang itu, bukan (kami) tidak mengerti," kata Kalla, kepada wartawan di Istana Wakil Presiden Jakarta, Jumat.

Terkait protes terhadap kebijakan relaksasi DNI oleh sejumlah pengusaha, yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Kalla memahami kekhawatiran para pengusaha Indonesia itu.

Namun, relaksasi DNI tersebut juga memberikan efek baik bagi perekonomian Indonesia, antara lain perluasan lapangan pekerjaan, peningkatan pajak dan pengembangan industri melalui investasi dari perusahaan asing.

"Tapi sekali lagi, (relaksasi DNI) tidak mengurangi kesempatan pengusaha nasional untuk berusaha, tidak mengurangi," tambahnya.

Ia menjelaskan, kebijakan yang berdampak pada kemudahan masuknya perusahaan asing ke dalam negeri tersebut merupakan salah satu upaya Pemerintah Indonesia mengejar ketertinggalan nilai investasi dibandingkan negara-negara Asean lainnya.

Perkembangan perekonomian dalam negeri berada di bawah Vietnam, Malaysia dan Thailand; sehingga itu menyebabkan Indonesia tertinggal dalam hal perkembangan investasi dari negara asing. Ketiga negara itu lebih terbuka terhadap investasi asing dibandingkan Indonesia.

"Kalau kita tidak mempunyai peraturan yang bisa bersaing dengan negara-negara itu, maka lama-lama kita ketinggalan investasi. Dan kalau ketinggalan investasi, lapangan kerja, pajak kita tidak akan naik," ujarnya.

Pemerintah memperkecil daftar bidang usaha asing dalam DNI, atau dikenal dengan relaksasi DNI, dengan tujuan untuk mempermudah perizinan investasi masuk ke dalam negeri.

Dari 54 bidang usaha, 25 di antaranya telah dikeluarkan dari DNI sehingga ditingkatkan kepemilikannya oleh modal asing hingga 100 persen. Ke-25 bidang usaha tersebut antara lain terkait jasa konstruksi migas, jasa pengeboran migas di laut, jasa internet dan telepon, industri farmasi dan jasa jajak pendapat atau survei. 

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018