Makassar (ANTARA News) - Era 1970-an hingga 1990-an slogan `Dua Anak Cukup` sudah akrab di telinga masyarakat Indonesia bahkan kerap ditemukan stiker, pamflet hingga spanduk di jalan menggaungkan misi menekan angka kelahiran di negeri ini.

Pada era Orde Baru, pemerintah gencar mengabarkan pentingnya keluarga kecil bahagia dengan dua anak cukup bagi pasangan suami istri.

Tak ayal, semua pihak dikerahkan untuk mengajak masyarakat menyukseskan program pemerintah melalui Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Sebut saja, petugas rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, kader pos pelayanan terpadu (Posyandu), kader PKK, tokoh masyarakat, tokoh adat hingga menggandeng pada Program ABRI Masuk Desa (AMD).

Ketika itu, metode yang digunakan lebih banyak pada komunikasi satu arah dan hanya sesekali menggunakan dua arah. Dengan segala metode dan model komunikasi yang dibangun ketika itu, efektivitas program memperoleh prosentase keberhasilan yang cukup tinggi.

Hal itu boleh jadi karena masyarakat yang menjadi sasaran program KB menyadari sepenuhnya dan ingin memanfaatkan program tersebut, namun disisi lain, boleh jadi itu karena besarnya pengaruh kekuasaan pada masa itu.

Kini, ketika ingin melanjutkan program yang sudah digagas BKKBN sejak zaman Orde Baru (Orba), para pihak harus duduk bersama mencari model komunikasi yang tepat untuk diterapkan pada era kekinian yang lebih lazim disebut sebagai `era milenial`.

Karena itu pekan lalu, tepatnya 21 - 22 November 2018 Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) melaksanakan Penyusunan Model Komunikasi Informasi dan Edukasi Keluarga Berencana (KIE KB).

Perwakilan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dari 24 kabupaten/kota dan OPT provinsi terkait diantaranya Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A), Biro Kesejahteraan Rakyat, Ikatan Bidan Indonesia, pengurus wilayah Aisyiyah, dan instansi vertikal BKKBN Perwakilan Provinsi Sulsel berkumpul untuk membahas KIE KB.

Pada kesempatan tersebut, Kepala Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Provinsi Sulsel, Sukarniaty Kondolele yang mewakili Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah mengatakan, kegiatan yang mengumpulkan semua pemangku kepentingan ini sangat strategis karena menjadi tolok ukur keberhasilan pengendalian penduduk di Sulsel.

Dalam perkembangan upaya menekan angka kelahiran, lanjut dia, angka Total Fertility Ratio (TFR) nasional mencapai 2,6, sementara untuk Sulsel hanya 2,4. Ini artinya, angka kelahiran di Sulsel masih dibawah rata-rata nasional.

Namun prestasi itu, tidak boleh menjadikan para pihak di Sulsel berbangga diri dan tidak memperhatikan laju pertumbuhan penduduk yang sewaktu-waktu dapat meledak kembali, jika lalai.

Karena itu, Sukarniaty menekankan agar KIE KB harus menjadi perhatian bersama dan dirancang sesuai dengan perkembangan zaman. Perkembangan zaman itu harus memperhatikan metode dan model komunikasi yang berbasis aplikasi teknologi dalam teknik penyampaiannya.

Termasuk dalam penyajiannya juga harus menarik dan lebih kekinian, sehingga nantinya berhasil dan berdaya guna.

Berbagai ide pun muncul seperti KIE KB dibuat dengan model game, tetapi tetap mengedepankan kearifan lokal di Sulsel.

Sosialisasi melalui sosial media dan aplikasi menyesuaikan kebutuhan media daring, juga menjadi salah satu model komunikasi yang harus dikembangkan ke depan.

Mencermati hal itu, salah seorang remaja putri Musdariah di Makassar yang mengaku tidak ingin menikah dini, setelah mengetahui dampak negatif dari pernikahan dini melalui postingan grup media sosial.

Sementara Rosnah yang baru tiga bulan lalu menikah mengaku akan mengatur jarak kehamilan, sehingga anaknya bisa lebih terurus dan ia sendiri masih dapat menjalankan profesinya sebagai wanita karier untuk membantu suaminya di kantor.

Dia mengakui, kesadaran itu timbul dan terbangun sebelum berkeluarga. Hal itu karena informasi tentang dunia keluarga dan peranan program KB dalam mendukung keluarga kecil sejahtera sudah dibaca baik melalui majalah wanita, maupun lewat informasi berselancar di dunia maya.



Lorong KB

Salah satu bentuk pendekatan dan model KIE KB dengan terbentuknya Kampung KB di daerah, wilayah kota pun tak mau ketinggalan dengan adanya Lorong KB.

Hal itu terlihat dengan pencanangan Lorong KB di setiap kecamatan di Kota Makassar. Bahkan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Makassar telah mencanangkan 200 Lorong KB di kota berjulukan "Anging Mammiri" ini hingga akhir 2018.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas PPKB MakassarZulkifli mengatakan, Lorong KB itu terintegrasi dengan program lainnya, seperti program kebersihan, penanganan lanjut usia (lansia), juga menjadi lokasi sosialisasi bahaya narkoba dan mengenai reproduksi kesehatan.

Semua program yang menyatu dalam program Lorong KB, lanjut Zulkifli, akan memperkuat ketahanan keluarga, khususnya dalam upaya mencegah kematian pada ibu dan bayi baru lahir, baik itu dipicu oleh pernikahan dini, gizi buruk, ibu resiko tinggi dan sebagainya.

Berdasarkan data PPKB Makassar diketahui, pada posisi medio November 2018 sudah terdapat 178 lorong KB telah dibangun oleh Pemerintah Kota Makassar dengan menargetkan dua Lorong KB dari setiap Kecamatan di Makassar.

Dengan demikian, masih tersisa 22 Lorong KB untuk mencapai target 200 Lorong KB hingga penghujung 2018.

Kesuksesan dan target itu dapat dicapai, menurut Pakar Komunikasi Budaya dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Dr Hadawiah Hatita, MSi, sangat tergantung dari pola komunikasi yang diterapkan pada KIE KB.

Menurut dia, pola komunikasi dalam melakukan sosialisasidan pendekatan dengan masyarakat untuk dapat melaksanakan program KB pemerintah, selain mampu mengikuti perkembangan zaman milenial, juga tetap memperhatikan pendekatan budaya.

Dengan perpaduan teknologi KIE KB dan tetap memperhatikan kearifan lokal dari budaya masyarakat setempat, diakui akan menjadi kunci keberhasilan program pemerintah dalam menata persoalan kependudukan.

Kini, tinggal menunggu hasil dari usaha semua pemangku kepentingan dalam mewujudkan salah satu poin dari sembilan poin Nawa Cita pemerintah yakni poin ke-5 "Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia".*


Baca juga: BKKBN harapkan kualitas mitra pengelolaan kampung KB

Baca juga: Tanpa KB penduduk Indonesia sudah 500 juta


 

Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018