Kami akan demo besar-besaran menolaknya.
Lampung Timur (ANTARA News) - Ketenangan nelayan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur kembali terusik menyusul kabar kapal tongkang pengangkut pasir telah bersandar di Tanjung Sekopong, dekat wilayah perairan laut kawasan tangkapan ikan mereka.

Jarak Tanjung Sekopong dari tepi pantai Desa Margasari sekitar dua jam perjalanan menggunakan perahu speedboat.

Keberadaan kapal tongkang pengangkut dan penyedot pasir laut itu mengingatkan nelayan pada tahun 2016 lalu, ketika ribuan nelayan bersepakat menolak eksploitasi dan eksplorasi pasir laut di Sekopong yang dilakukan oleh PT Sejati 555 Sampurna Nuswantara.

Penolakan itu pun berujung ricuh dan aktivitas penambangan pasir akhirnya dihentikan.

Ribuan nelayan menolak karena merasa tidak pernah memberikan persetujuan, meskipun pihak perusahaan mengklaim telah lengkap perizinanan dimilikinya, termasuk mengantongi persetujuan dari nelayan setempat.

Kini, nelayan Desa Margasari dibuat tidak tenang kembali.

Nelayan yang tadinya tenang dengan aktivitas mereka sehari-hari, saat ini seperti dipicu untuk kembali berupaya keras bagaimana cara menolak agar wilayah laut mereka urung dikeruk pasirnya oleh perusahaan itu.

Pada Rabu (28/11) siang, ratusan nelayan berkumpul di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Kuala Penet di desa setempat untuk mencari tahu kebenaran adanya kapal tongkang yang akan menambang pasir di luat sekitar mereka.

Para nelayan itu berkumpul, setelah sejumlah nelayan yang tengah melaut mengabarkan telah melihat kapal tongkang besar berada di laut Tanjung Sekopong.

Nelayan itu meyakini kapal tersebut akan segera memulai aktivitas penambangan pasir seperti terjadi pada 2016.

Perwakilan nelayan dan aparat Kepolisian Perairan (Polair) Polres Lampung Timur pun langsung menuju titik lokasi kapal dimaksud untuk memastikannya.

Kasat Polair Kuala Penet Polres Lampung Timur AKP Faisal mengatakan pihaknya bersama nelayan mengecek kepastian keberadaan kapal tongkang itu.

"Kami cek siang ini, untuk memastikannya, biar warga tidak resah dan tidak menduga-duga," katanya.

Selanjutnya, pada sore harinya dari hasil pengecekan itu, AKP Faisal dikonfirmasi kembali menyatakan tidak didapati kapal tongkang yang dicari.

Namun, katanya, nelayan di sekitar Pulau Sekopong memang mengaku melihat kapal besar tersebut.

"Sewaktu saya sampai di Sekopong kapal penyedot pasirnya sudah berangkat, menurut masyarakat di Sekopong kapalnya memang ada," kata Faisal.

Bupati Lampung Timur Chusnunia Chalim dan Kapolres Lampung Timur AKBP Taufan Dirgantoro sore harinya menemui para nelayan Desa Margasari.

Mereka menjanjikan bahwa pemerintah dan penegak hukum setempat tidak akan menutup mata perihal masalah tersebut dan mengundang perwakilan nelayan bertemu di kantor Pemda Lampung Timur pada Kamis (29/11) untuk menyikapi bersama permasalahan tersebut.



Menolak

Lantas, kenapa para nelayan dan warga Desa Margasari itu bersikukuh menolak adanya penambangan pasir laut di sekitar perairan wilayah mereka?

Ardiyansah, tokoh pemuda Desa Margasari menjelaskan Tanjung Sekopong dan sekitarnya adalah tempat habitat ikan dan biota laut di sekitar perairan tersebut.

Di bawah laut Tanjung Sekopong merupakan tanah berpasir yang dipastikan menjadi tempat semua habitat ikan tumbuh berkembang biak selama ini.

Sebagai tempat berkembang biak ikan, Tanjung Sekopong dan sekitarnya menjadi area tangkap utama para nelayan Lampung Timur, sehingga jika diambil pasirnya, rumah-rumah alami ikan dan biota laut lainnya itu akan rusak, dan dipastikan dampaknya buruk bagi para nelayan yang akan kesulitan mencari dan mendapatkan ikan di wilayah tersebut.

"Sekopong ini ibarat sawah atau ladang nelayan, ini spot-spot ikan tumbuh dan berkembang biak, ini tempat-tempat banyak ikan bisa ditemukan," ujar Ardiyansah pada musyawarah dengan nelayan dan perangkat desa di Balai Desa Margasari pada Rabu (28/11) pagi harinya.

Kepala Desa Margasari Wahyu Jaya menyatakan sebagai wakil masyarakatnya, menyatakan bersama warganya tetap akan menolak adanya tambang pasir laut di daerahnya.

Menurut dia, adanya tambang pasir di Tanjung Sekopong itu secara langsung akan menjomplangkan periuk nasi warganya yang sebagian besar adalah nelayan, akibat dari kerusakan habitat laut sebagai dampak eksplorasi dan eksploitasi pasir laut tersebut.

Semua warganya sejak puluhan tahun terus menggantungkan hidup dari wilayah laut tersebut.

Sejumlah nelayan lainnya pun sepakat menyatakan menolak eksplorasi dan eksploitasi tambang pasir laut di Tanjung Sekopong.

Dihubungi terpisah, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNS) Kabupaten Lampung Timur Bayu Witara menyatakan HNSI juga menolak eksplorasi dan eksploitasi Pasir di Tanjung Sekopong oleh perusahaan mana pun.

"Alasannya HNSI menolak karena dampaknya akan membuat air keruh dan bibit-bibit ikan akan mati," ujarnya.

Selain itu, eksplorasi dan eksploitasi pasir laut itu akan berdampak abrasi di wilayah perairan laut tersebut.

HNSI Lampung Timur pada pertemuan dengan Forkopimda Lampung Timur dan Provinsi Lampung mengajak pemerintah daerah juga ikut menolaknya.

"Ketiga, kami mendesak Pemkab Lampung Timur bersama nelayan untuk menolak tambang pasir itu," lanjutnya.

Andaikan eksplorasi dan eksploitasi pasir laut itu tetap diteruskan, HNSI Lampung Timur menyatakan bersama-sama nelayan akan menggelar aksi demo besar-besaran menolaknya.

"Kami akan demo besar-besaran menolaknya," ujarnya menegaskan.

Adapun berita acara pertemuan ditandatangani bersama perwakilan nelayan dengan Forkopimda Lampung Timur dan Pemprov Lampung di aula atas Kantor Pemkab Lampung Timur pada Kamis (29/11) adalah sepakat menolak eksploitasi pasir laut di Lampung Timur karena menimbulkan kerusakan lingkungan yang berdampak pada hilangnya biota-biota laut serta menimbulkan keresahan di masyarakat.

Dalam Perda Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2018 tanggal 15 Januari 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Lampung Tahun 2018-2038 juga tidak mengakomodasi kegiatan penambangan pasir laut di Provinsi Lampung.

Masyarakat sepakat meminta Pemerintah Provinsi Lampung untuk meninjau ulang Izin Usaha Tambang (IUP) PT Sejati 555 Sampurna Nuswantara sesuai dengan kewenangannya.

Para nelayan dan warga Margasari beserta aparatur setempat, didukung pengurus HNSI Lampung Timur bersama pemkab dan penegak hukum di daerah ini telah bersepakat menolak penambangan pasir laut di sekitar Tanjung Sekopong, Lampung Timur.

Mereka mendesak Pemprov Lampung sesuai kewenangannya untuk mengambil tindakan yang diperlukan guna mendukung sikap tersebut, terutama mencabut perizinan yang telah dikeluarkan terkait dengan rencana penambangan pasir laut di Tanjung Sekopong.

Nasib penghidupan dan masa depan para nelayan serta masa depan mereka selama ini bergantung pada kelestarian kawasan perairan laut sekitar Tanjung Sekopong, sehingga diharapkan semua pihak bisa ikut menjaganya kelestariannya.*


Baca juga: Lebih dari 120 burung mati di tambang pasir minyak Kanada

Baca juga: 40 tambang pasir-batu di Rejang Lebong tak berizin

Baca juga: Kapolres Lampung Timur: situasi Desa Margasari kondusif


 

Pewarta: Budisantoso Budiman dan Muklasin
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018