Budapest (ANTARA News) - Ribuan warga Hongaria memadati jalan di Budapest pada Minggu (16/12) dalam unjuk rasa keempat dan terbesar dalam sepekan terhadap apa yang mereka lihat sebagai kekuasaan semakin sewenang-wenang dari nasionalis sayap kanan Viktor Orban.

Dengan menantang suhu di bawah nol, menyalakan api unggun dan melambaikan bendera Hongaria dan Uni Eropa, sekitar 10.000 pengunjuk rasa berjalan dari Alun-alun Pahlawan bersejarah menuju parlemen dan kemudian televisi negara dalam pawai yang berjuluk "Selamat Natal Tuan Perdana Menteri".

Pawai itu digalang partai oposisi, mahasiswa, dan serikat pekerja untuk menuntut kebebasan media, pencabutan hukum tenaga kerja, yang menambah lembur, dan peradilan mandiri.

"Yang saya inginkan untuk Natal adalah demokrasi", kata salah satu spanduk.

Ratusan polisi dengan peralatan penanggulangan huru-hara menggiring salah satu unjuk rasa terbesar itu, yang dihadapi Viktor Orban sejak berkuasa pada 2010 dan mulai memakai mayoritas besar parlemennya untuk menekan pengadilan, media dan kelompok swadaya masyarakat.

Perdana menteri itu menyatakan diri sebagai penyelamat kebudayaan Kristen Hongaria terhadap arus Muslim ke Eropa dan meraih masa jabatan ketiga berturut-turut pada awal tahun ini.

Pada Sabtu (15/12), partai berkuasa Orban, Fidesz, menyatakan "penjahat" berada di balik "kerusuhan jalanan" dan menuduh hartawan Amerika Serikat kelahiran Hongaria George Soros memicu unjuk rasa tersebut.

Soros adalah penentang kuat Orban tapi membantah pernyataan terhadapnya dengan menyebutnya kebohongan untuk menciptakan musuh luar palsu.

Pada Minggu malam, beberapa anggota parlemen oposisi mendapatkan kesempatan ke gedung televisi negara di Budapest untuk membacakan pernyataan, tapi petugas keamanan mengatakan kepada mereka bahwa itu tidak mungkin.

"Televisi itu bohong!" kata pengunjuk berteriak tentang saluran negara itu, yang dipandang sebagai corong pemerintah, "Fidesz kotor!" tambah mereka.

"Ketidakpuasan terus berkembang," kata Andi, 26, mahasiswa sosiologi, yang tidak mau memberikan nama lengkapnya.

"Mereka meloloskan dua undang-undang pada pekan ini, yang tidak melayani kepentingan rakyat Hongaria," tambah wanita itu, mengacu pada yang dijuluki penentang hukum buruh dengan "hukum perbudakan" dan pengadilan baru untuk masalah peka, seperti, pemilihan umum, unjuk rasa dan korupsi.

Karena sering bentrok dengan Uni Eropa atas kebijakannya, Orban mengubah aturan pemilihan umum untuk mendukung Fidesz dan menempatkan pengikutnya di kepemimpinan lembaga, sementara sekutunya memperkaya diri.

Tapi, ia jarang membuat kelompok pemilih besar marah di dalam negeri dan oposisi lemah serta terpecah.

Polisi menggunakan gas air mata terhadap pengunjuk rasa pada awal pekan lalu, tapi unjuk rasa pada Minggu itu damai hingga beberapa perkelahian terjadi di markas besar televisi tersebut pada malam hari.

Baca juga: Mantan PM Makedonia minta suaka di Hongaria

Sumber: Reuters
Editor: Boyke Soekapdjo/Chaidar Abdullah
 

Pewarta: Antara
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2018