Jangan karena investasi kita jadi bungkam. Jangan karena takut lidah kita kelu.
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin menyatakan seyogyanya pemerintah Indonesia bersuara atas penindasan muslimin di Uighur oleh pemerintah China.

Din di Jakarta, Selasa, mengatakan penindasan, persekusi, dan berbagai tindak kekerasan atas Muslim Uygur di China adalah kejahatan kemanusiaan, pelanggaran HAM berat, dan pelanggaran hukum internasional yang nyata.

"Jika tidak bersikap dan berdalih itu masalah internal China, maka betapa lemahnya Pemerintah Indonesia," ujar Din. Jika, masih diam juga, ucapnya, betapa lemahnya iman bangsa  ini.

"Jangan karena investasi kita jadi bungkam. Jangan karena takut lidah kita kelu," katanya lagi.

Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan kepada Pemerintah untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Sebelumnya Din Syamsuddin mengecam keras penindasan atas Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, China. 


Baca juga: MUI kecam penindasan Muslim Uighur China


Din dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Senin, menyatakan seperti diberitakan media massa internasional, Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang mengalami penyiksaan, pengucilan, dan pelarangan menjalankan ajaran agama.

Hak Asasi Manusia dan International Convenant on Social and Political Rights menegaskan adanya kebebasan beragama bagi segenap manusia, maka Muslim Uighur yang merupakan mayoritas penduduk di Provinsi Xinjiang memiliki kebebasan menjalankan ajaran agamanya.

Din Syamsuddin yang juga President of Asian Conference on Religions for Peace (ACRP) meminta agar penindasan itu dihentikan.

Dia juga mendesak Organisasi Kerja sama Islam (OKI) dan masyarakat internasional untuk menyelamatkan nasib umat Islam Uighur dan bersikap tegas terhadap rezim China untuk memberikan hak-hak sipil bagi mereka.

Baca juga: Pemerintah tolak penindasan HAM Uighur di China

Baca juga: Indonesia dinilai harus serius sikapi nasib muslim Uighur




 

Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018