Jakarta (ANTARA News) - Kantor Dagang dan Ekonomi Taiwan (Taipei Economic and Trade Office/TETO) di Indonesia mengklarifikasi tentang dugaan kasus kerja paksa terhadap para pelajar Indonesia yang berpartisipasi dalam program kuliah dan magang di Taiwan.
   
Klarifikasi oleh Perwakilan Taiwan itu dilakukan di kantor TETO di Gedung Artha Graha di Jakarta Selatan pada Jumat.
   
"Pemerintah Taiwan selalu mementingkan kesejahteraan mahasiswa dan pekerja asing dan sangat mewajibkan semua universitas dan dan perguruan tinggi yang berpartisipasi dalam 'Program Magang Industri-Universitas' untuk mengikuti aturan dan peraturan yang relevan," kata Kepala Kamar Dagang dan Ekonomi Taiwan (TETO) John Chen.
   
Dia membantah dugaan kasus kerja paksa yang dialami oleh beberapa mahasiswa Indonesia di Taiwan seperti yang diberitakan pertama kali oleh Taiwan News.
   
"Secara keseluruhan berita yang disampaikan oleh seorang jurnalis Taiwan (tentang dugaan kerja paksa) itu tidak benar. Bagi para siswa yang mempunyai keluhan atau merasa tidak puas, kami akan berupaya untuk meningkatkan dan memperbaiki program ini, tapi saya tekankan bahwa tidak ada pelecehan," ucap John.
   
Untuk menyelidiki dugaan kasus kerja paksa terhadap pelajar Indonesia di "Kelas Khusus Kerjasama Industri-Universitas" dari Universitas Sains dan Teknologi Hsing Wu, pihak Kementerian Pendidikan Taiwan telah mengunjungi dan mewawancarai para mahasiswa.
   
"Berdasarkan semua pengaturan magang di luar kampus sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan Taiwan, dan mereka menangkal bahwa mereka dilecehkan dalam program magang tersebut," ujar dia.
   
Dia mengatakan bahwa untuk memastikan kualitas program magang kelas khusus itu, Kementerian Pendidikan Taiwan telah mengawasi universitas-universitas, yang menjalankan program kuliah-magang, sejak tahun 2017 ketika program tersebut diluncurkan.
   
Dia jugaa menyebutkan bahwa sanksi hukum akan dikenakan terhadap pihak universitas jika ditemukan penyimpangan atau operasi ilegal. Salah satu bentuk sanksi itu adalah penghilangan hak universitas untuk berpartisipasi dalam program internasional kerja sama industri-universitas. Selain itu, setiap universitas yang terlibat dalam aktivitas magang ilegal akan dituntut.
   
Lebih lanjut John menjelaskan bahwa siswa pada tahun pertama tidak akan diizinkan untuk bekerja lebih dari 20 jam setiap pekan, kecuali pada saat liburan musim panas dan musim dingin, dan semua harus mendapatkan izin kerja dan menikmati semua hak sesuai dengan ketentuan hukum ketenagakerjaan.
   
"Mereka harus mendapatkan asuransi kesehatan, mendapatkan bayaran yang sesuai, dibayar dua kali lipat bila lembur, biaya transportasi ke dan dari universitas yang diatur oleh otoritas universitas," ucapnya.

Baca juga: PPI: Mahasiswa Indonesia di Taiwan bukan kerja paksa

Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019