Jakarta (ANTARA News) - Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil memohon pengujian atas frasa "untuk satu kali masa jabatan" dalam Pasal 5 ayat (1) UU 15/2006 (UU BPK) di Mahkamah Konstitusi.

"Ketentuan tersebut mengakibatkan pemohon terhalang dan tidak dapat dipilih kembali untuk menjabat sebagai anggota BPK," ujar kuasa hukum pemohon Irman Putrasidin di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.

Menurut pemohon, karakter BPK bukanlah pemegang kekuasaan pemerintahan, namun menjalankan fungsi legislatif di bidang pemeriksaan keuangan negara.

Oleh sebab itu, masa jabatan anggota BPK dinilai pemohon tidak bisa disamakan dengan presiden, yang memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.

Pemohon mendalilkan pembatasan masa jabatan presiden bertujuan untuk mencegah adanya kekuasaan otoriter.

"Namun, BPK bukanlah kekuasaan yang dipegang satu tangan, melainkan oleh sembilan orang yang bekerja secara kolektif kolegial," ujar Irman.

Pemohon juga menyebutkan BPK masuk dalam fungsi kekuasasan legislatif sehingga seharusnya tidak tunduk pada pembatasan periodisasi dua kali masa jabatan sama seperti MPR, DPR, dan DPD.

Pemohon beranggapan bila DPR tidak memiliki batasan periodesasi masa jabatan, maka hal itu juga berlaku bagi anggota BPK karena sifat jabatan yang sama.

Dalam petitumnya, pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 5 ayat (1) UU BPK sepanjang frasa "untuk 1 (satu) kali masa jabatan" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Baca juga: Presiden Jokowi persilahkan UU tentang BPK direvisi

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019