Siem Reap (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia menjajaki kerja sama ekspor gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) ke Kamboja untuk pemenuhan kebutuhan pembangkit listrik di negara tersebut, kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di Siem Reap, Kamboja, Rabu.

"Saya tadi bicara bagaimana meningkatkan ekonomi kita. Kemarin Menteri ESDM (Ignasius Jonan) dan tim dari PGN (Perusahaan Gas Negara) akan melanjutkan perundingan di Phnom Penh, bagaimana kita menjual gas ke sini (Kamboja)," kata Wapres JK di sela-sela kunjungan kerjanya ke Siem Reap, Kamboja, Rabu.

Mahalnya harga listrik di Kamboja, lanjut JK, menjadi peluang bagi Indonesia untuk menawarkan pembangkit listrik tenaga gas sebagai alternatif dari tenaga diesel.

"Listrik di sini sangat mahal, 17 sen dolar AS harganya (per Kwh). Sedangkan kita masih sekitar 7 sen (dolar AS). Tadi saya juga sudah jelaskan (ke PM Hun Sen) bahwa Menteri ESDM kita sudah bicara dan akan dilanjutkan hari ini," tambah JK.

Sementara itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan perusahaan produsen listrik swasta menguasai sekira 90 persen produksi listrik, sedangkan sisanya dikelola Pemerintah.

Produksi listrik di Kamboja antara lain menggunakan bahan bakar berupa minyak diesel, batu bara dan air. Sementara untuk pembangkit listrik tenaga gas, Kamboja belum memiliki infrastrukturnya.

"Kami tawarkan kalau mau minyak diesel ini diganti dengan gas. Kemarin PGN menawarkan, kalau mau ya PGN bersedia investasi di sini (Kamboja)," kata Jonan di Siem Reap, Kamboja.

Untuk menciptakan pembangkit listrik tenaga gas tersebut diperlukan pembangunan fasilitas regasifikasi, untuk mengubah gas alam cair menjadi tenaga listrik. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia juga menawarkan pembangunan infrastruktur regasifikasi tersebut.

"Kalau dari gas dibikin menjadi 'liquid' lalu kembali lagi menjadi gas itu harus ada fasilitas. Kemudian itu mungkin membangun infrastruktur pipa, karena kalau mau itu digunakan untuk pembangkit atau industri," jelas Jonan.

Pemerintah menargetkan penjualan gas cair untuk pembangkit listrik di Kamboja dapat memproduksi 200 MW, setara dengan produksi listrik yang selama ini dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).

"Harapannya sih bisa mungkin dari 20 MW PLTD mereka itu diganti menggunakan gas. Karena kalau PLTD itu mungkin harganya mahal sekali, 20 sen (dolar AS) per Kwh biaya pokok produksinya. Kalau gas, ya mungkin bisa separuh atau separuh lebih sedikitlah," ujar Jonan.

Menteri ESDM Ignasius Jonan (kanan) dan Komisaris Utama Perusahaan Gas Negara (PGN) Ign Wiratmaja Puja di Siem Reap, Kamboja, Rabu (16/1/2019). (Fransiska Ninditya)

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019