Ramallah, Palestina, (ANTARA News) - Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Hanan Ashrawi pada Kamis (31/1) mengutuk penandatanganan instruksi untuk memperpanjang penutupan Orient House oleh Menteri Urusan Masyarakat Israel Gilad Erdan.

Instruksi juga memerintahkan diperpanjangnya penutupan beberapa lembaga lain Palestina di Al-Quds (Jerusalem) Timur, yang diduduki.

"Keputusan provokatif ini menambah penderitaan dan keterkucilan, yang diberlakukan oleh Israel atas rakyat Palestina di Al-Quds sebagai bagian dari kebijakan kolonialnya untuk mengusir dan mengganti rakyat Palestina dengan segala cara yang mungkin, termasuk perluasan rezim permukiman yang tidak sah," kata Ashrawi di dalam satu pernyataan pers.

Orient House adalah sebuah bangunan yang terletak di Al-Quds Timur dan berfungsi sebagai markas besar Organisasi Pembebasan Palestina pada 1980-an dan 1990-an. Orient House dibangun pada tahun 1897 oleh Ismail Musa Al-Husseini, dan telah dimiliki oleh keluarga Al-Husseini sejak itu.

Bangunan tersebut mulanya berfungsi sebagai kediaman keluarga Al-Husseini, kemudian berulang-kali dikosongkan untuk menerima tamu penting, seperti Kaisar Wilhelm II dari Jerman pada 1898 dan Kaisar Haile Selassie dari Ethiopia pada 1936.

Wanita pejabat itu, atas nama PLO, kembali menegaskan "penolakan tegas rakyat Palestina atas pencaplokan secara tidak sah Al-Quds Timur oleh Israel. Terlebih lagi, Israel tak memiliki hak kedaulatan di ibu kota kami, yang diduduki, Al-Quds, sebagaimana berulangkali ditegaskan oleh Dewan Keamanan PBB".

Baca juga: Prancis didesak tindak lanjuti suara parlemen akui Palestina
Baca juga: raja jordania: permukiman yahudi gagalkan penyelesaian dua-negara


"Keputusan Israel tersebut diambil dalam konteks kemitraan antara koalisi ekstemis sayap-kanan Israel, yang sasarannya ialah menghancurkan dengan cara tak bertanggung jawab semua peluang bagi terwujudnya perdamaian," kata Ashrawi, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Palestina, WAFA --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat siang.

"Keputusan tidak sah dan sepihak pemerintah AS untuk mengakui Al-Quds sebagai ibu kota Israel terus mendorong dan membuat berani Israel untuk meningkatkan pelanggarannya atas hak asasi dan nasional Palestina."

Anggota Komite Eksekutif PLO itu mengatakan kemitraan AS-Israel "mengizinkan Israel menjadi pelanggar berantai yang tidak tahu malu terhadap hukum internasional dan pada saat yang sama secara tidak layak menikmati kekebalan dari pertanggungjawaban internasional".

Ashrawi menyeru masyarakat internasional agar campur-tangan untuk meminta pertanggung-jawaban Israel atas tindakannya yang melanggar hukum. "Saya menyeru semua negara agar bankit untuk melawan penghinaan terhadap hukum internasional ini dan membela keutuhan tatanan internasional, yang berlandaskan hukum."

"Identitas Palestina di Al-Quds akan hidup lebih lama dari pendudukan kolonial Israel dan tindakan tidak sahnya. Rakyat Palestina memiliki akar yang sangat dalam di kota itu dan bertekad untuk melindungi ibu kota mereka serta warisan budayanya," kata Ashrawi.

Baca juga: Israel berencana bangun 1.285 rumah di Tepi Barat
Baca juga: Terkait permukiman Yahudi, Trump akan bicara dengan Netanyahu


Redaktur: Mohamad Anthoni 

Pewarta: Antara
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2019