Jakarta (ANTARA News) - Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Sudirman Said, prihatin atas larangan terhadap calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto yang akan sholat Jumat di satu masjid di kota Semarang.

"Saya prihatin dengan kejadian ini, mengingatkan pada masa kecil, saat itu saya mendengar orang salat dilarang tahun 60-an. Ada kelompok yang melarang mushalanya dipakai karena beda aliran, ada kelompok yang menghalangi rombongan mau salat ied di lapangan," kata Said, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

Hal itu dia katakan terkait kabar yang beredar, takmir Masjid Agung Semarang, KH Hanief Ismail, membuat pernyataan pers yang meminta agar Badan Pengawas Pemilu melarang Prabowo sholat Jumat di Masjid Kauman, Semarang. Ismail menilai sholat jumat itu mempunyai tujuan politis.

Menurut Said, saat ini sudah era terbuka, antar umat saling toleran dan dalam era demokrasi, berbeda pilihan merupakan hal biasa saja.

Namun dia menilai jangan sampai perbedaan pilihan itu sampai membuat seseorang melarang seorang calon presiden masuk ke masjid untuk melaksanakan solat.

Ia menceritakan, dia yang pernah ikut kontestasi Pilkada Jawa Tengah pada 2018, yakin itu bukan sikap warga Semarang, bukan pula sikap umat Islam Semarang. "Masjid Kauman punya sejarah panjang, pasti para pengurusnya memiliki kebijakan, keluasan pikiran, dan hati.  Saya tidak percaya kalau mereka tega melarang-larang," ujarnya.

Ia menceritakan, ketika Pilkada Jawa Tengah, dia dua kali sholat jumat di Masjid Kauman, Semarang. Saat dia mau duduk di barisan tengah karena datang terlambat, pengurus masjid membawa dia ke baris depan.

Setelah solat Jumat, menurut dia, dia diajak makan siang oleh seluruh pengurus masjid. Atas insiden ini, dia menduga ada pihak lain yang mempolitisasi sholat Jumat yang akan dilakukan Prabowo.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019