Jakarta  (ANTARA News) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyatakan, pengembangan kebijakan lingkungan hidup dan kehutanan saat ini mensyaratkan dukungan ilmu pengetahuan (scientific based) agar pembangunan  dapat dilaksanakan secara holistik dan sistematik.

 "Dapat disimpulkan bahwa hampir tidak mungkin dapat dijalankan dengan baik tanpa dasar keilmuan (scientific sensing) yang cukup kuat," ujar Siti Nurbaya dalam siaran pers yang disampaikan di Jakarta, Sabtu.

Pada hari yang sama, Siti Nurbaya juga menyampaikan orasi ilmiah pada Wisuda Sarjana ke-91 Periode 1 Tahun 2019 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Siti Nurbaya  memberikan gambaran tentang perkembangan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan yang didasari dengan landasan akademik.

Menurut dia, pada era Pemerintahan Presiden Jokowi sejak tahun 2014 hingga sekarang telah terjadi perubahan signifikan dalam penanganan sektor lingkungan hidup sejalan dengan perkembangan dan dinamika aktualisasi politik pemerintahan dalam menyerap aspirasi masyarakat.

Pemerintah mengemban tugas sebagai simpul negosiasi berbagai kepentingan dan aspirasi tersebut. Hal ini di antaranya direfleksikan dalam kebijakan dan pengambilan keputusan yang diambil dari beragam sumber, baik dari aspek legal, politik, praktis atau tradisi dan ilmiah.

Pemahaman pengetahuan tentang pemerintahan dan fungsi pemerintah sangat penting, terlebih lagi saat aktualisasi kebijakan lingkungan hidup dan kehutanan (LHK) dirasakan nyata sehari-hari di tengah masyarakat.

Jadi, arti pemerintah bagi rakyat kemudian dijabarkan ke dalam empat hal. Pertama, pemerintah hadir untuk mengatur stabilitas dan kesetaraan serta mengatasi konflik.

Kedua, memberikan akses kesejahteraan material seperti pertumbuhan ekonomi dan memberikan jaminan peluang untuk produktif. Ketiga adalah memposisikan hak-hak warga negara serta keempat, membangun demokrasi dan mendorong partisipasi.

 Ia juga mengatakan, saat ini, lingkungan telah menjadi subjek politik, bukan sekadar subjek teknis. "Saya mengikuti terus perkembangan posisi politik ini sejak awal 1900-an. Sejak 1992 tentang earth summit hingga pada tahun 2015 tentang Paris Agreement," kata Siti Nurbaya.

Di sinilah tata kelola lingkungan (environmental governance) menjadi suatu kebutuhan. Tata kelola lingkungan merupakan rangkuman dari aturan, praktik, kebijakan dan kelembagaan yang membentuk interaksi antara manusia dan lingkungan, ujarnya.

Teori, konsep dan prinsip tata kelola lingkungan tersebut telah mendasari langkah-langkah korektif yang dirumuskan dan dijalankan untuk memperbaiki kondisi lingkungan hidup dan melestarikan pengelolaan hutan Indonesia.

Koreksi

Menteri LHK menjelaskan pokok-pokok koreksi yang dilaksanakan Pemerintahan Presiden Joko Widodo di bidang kehutanan difokuskan pada upaya penataan ulang alokasi sumber daya hutan. Pertama, mengedepankan izin akses bagi masyarakat dengan hutan sosial.

Kedua, implementasi secara efektif moratorium penerbitan izin baru di hutan alam primer dan gambut. Ketiga; tidak membuka lahan gambut baru (land clearing).

Keempat, moratorium izin baru pembangunan perkebunan sawit. Kelima, melakukan pengawasan pelaksanaan izin dan mencabut HPH/HTI yang tidak aktif.

Keenam, mengendalikan izin secara sangat selektif dengan luasan terbatas untuk izin baru HPH/HTI serta mendorong kerja sama hutan sosial sebagai off taker. Ketujuh, membangun konfigurasi bisnis baru dan kedelapan, mendorong kemudahan izin untuk kepentingan prasarana/sarana (jalan, bendungan, energi, telekomunikasi, pemukiman masyarakat/pengungsi).

Selanjutnya, langkah korektif juga dilakukan dengan pengembangan instrumen kebijakan maupun operasional yang meliputi artikulasi implementasi regulasi, instrumen pengukuran, instrumen kontrol, perizinan sebagai instrumen pengawasan dan regulasi sebagai instrumen pembinaan kepada pemerintah daerah dan dunia usaha.

Di samping itu, juga dilakukan upaya penegakan hukum melalui penerapan sanksi administratif perdata dan pidana; dan konsistensi dalam operasional lapangan.

Baca juga: Menteri LHK minta daerah waspada kebakaran hutan-lahan
Baca juga: Rehabilitasi hutan 2019 diperluas 10 kali lipat

 

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019