Banjar Patroman (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengapresiasi rekomendasi Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) terkait kepedulian lingkungan, lewat pengurangan sampah plastik. 

Wapres mengimbau kepada seluruh peserta Munas Alim Ulama dan Konbes NU untuk meninggalkan kebiasaan memakai kemasan makanan dan minuman sekali pakai.

“Jadi untuk menyelesaikan itu ialah kembali memakai botol gelas, atau bisa tidak perlu gelas, tapi (yang bisa) dicuci lagi. Jadi kalau pergi minum kopi, minta gelas (non-plastik),” kata Wapres JK saat menutup Munas Alim Ulama dan Konbes NU di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Azhar Citangkolo, Banjar Patroman, Jawa Barat, Jumat.

Kebiasaan menggunakan kemasan plastik sekali pakai, lanjut JK, muncul dari kemalasan masyarakat untuk membawa dan mencuci kembali kemasan makanan dan minuman ketika bepergian.

Ditambah dengan jumlah penduduk yang mencapai sekitar 260 juta, itu menyebabkan produksi sampah plastik di Indonesia terbesar kedua di dunia setelah China.

“Sekarang setiap minum kopi dikasih gelas plastik, diminum, habis kopinya, (gelasnya) dibuang. Itulah yang menyebabkan sampah plastik ini, karena penduduk kita paling banyak, maka kita sampah plastiknya juga termasuk banyak setelah China,” jelas Wapres.


Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj dalam sambutannya mengatakan sampah plastik disebabkan oleh faktor industri dan rendahnya budaya masyarakat menyadari risiko bahaya sampah plastik. 

“Oleh karena itu, penanganan sampah plastik harus memasukkan elemen budaya. Sehingga terbangun cara pandang dan perilaku masyarakat terhadap pentingnya menghindarkan diri dari bahaya sampah plastik,” kata Said Aqil. 

Dalam Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar, NU mendesak adanya upaya keras dari pemerintah untuk mengendalikan limbah plastik yang jumlahnya belakangan sangat mengkhawatirkan.

Indonesia menghasilkan sekitar 130 ribu ton sampah plastik setiap hari, sementara hanya separuh di antaranya yang dibuang dan dikelola di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).  

Pembuangan sisa sampah itu, menurut Said Aqil, dibakar secara ilegal atau dibuang ke sungai dan laut sehingga merusak ekosistem.

"Mengingat semakin mendesaknya polusi plastik, NU mendesak pemerintah melakukan upaya yang lebih keras untuk menekan dan mengendalikan laju pencemaran limbah plastik di Indonesia," tegas Aqil. 

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019