Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pembangunan hunian tetap pascagempa di Nusa Tenggara Barat (NTB) bisa selesai di 2019, meskipun mundur dari target awal, karena persoalan produksi komponen material hunian.

JK menjelaskan lambannya produksi komponen tersebut disebabkan oleh kecilnya kapasitas produksi yang ada. Saat ini, kapasitas produksi material hanya cukup untuk 70 unit rumah tahan gempa per hari.

"Saya perintahkan untuk mencapai target 450 (rumah per hari), sekarang sudah dicapai 350 per hari komponen itu. Sehingga diharapkan waktunya, walaupun mundur jadinya, tapi dapat dicapai tahun ini untuk menyelesaikan rumah-rumah, hunian tetap di Nusa Tenggara barat (NTB)," kata Wapres JK saat memberikan pidato kunci Temu Alumni Ikatan Pendidikan dan Latihan Kepemimpinan Nasional (IKA PIMNAS) Lembaga Administrasi Negara (LAN) di Jakarta, Selasa.

JK mengatakan penghitungan harus dilakukan dengan cepat untuk mengatasi kondisi pascabencana, sehingga kemana-mana Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu selalu membawa kertas dan pulpen untuk mencatat dan menghitung berapa kerugian dan kebutuhan yang diperlukan untuk masyarakat.

Seperti pada saat gempa bumi dan tsunami melanda Lombok pada Agustus 2018 lalu, JK menghitung saat itu diperlukan sedikitnya 30 ribu rumah tetap yang tahan gempa untuk warga sekitar.

"Saya selalu punya kertas, apa pun saya catat, apa pun. Yang terjadi di Lombok itu, karena kita mesti bangun 30 ribu rumah tetap, jadi saya hitung dengan sederhana. Dibutuhkan pembangunan komponennya itu 450 per hari, sementara kapasitas yang ada waktu itu hanya 70," jelasnya.

Kecepatan berpikir dan mengambil keputusan di kondisi darurat tersebut harus dilakukan oleh pemimpin; sehingga masyarakat tidak terlalu lama menderita sebagai korban bencana alam, kata JK di hadapan peserta Latihan Pimnas.

Pemerintah menargetkan pembangunan 58.000 dari target 73.000 rumah rusak berat untuk warga korban bencana gempa bumi di NTB akan tuntas pada April 2019, setelah ada penambahan jumlah tenaga fasilitator dari Kementerian PUPR, TNI/Polri dan masyarakat.

Kurangnya tenaga fasilitator juga menjadi penghambat pembangunan rumah tetap tersebut, sehingga Pemerintah menambah 1.523 tenaga fasilitator dari unsur TNI/Polri dan masyarakat

Pembangunan 58.000 unit rumah rusak berat tersebut dikerjakan dengan melibatkan ribuan pengusaha yang tergabung dalam sejumlah organisasi, seperti Kadin, REI, Gapensi, dan Gapeksindo.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019