Banda Aceh (ANTARA) - Lembaga kemanusian Aksi Cepat Tanggap (ACT) Aceh mengecam keras aksi brutal yang dilakukan seorang pria Australia bernama Brenton Tarrant (28) yang menewaskan 50 orang dalam penembakan massal di dua masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru.

Kepala Cabang ACT Aceh Husaini Ismail di Banda Aceh, Rabu menyebut pembunuhan Kaum Muslim tersebut dilakukan secara biadab yang tidak bisa dimaafkan.

"Apalagi pembunuhan itu, disiarkan 'live' di media sosial. Kita tidak bisa bayangkan, seperti apa kejinya perbuatan pelaku penembakan tersebut," ucapnya.

Ia mengatakan, aksi brutal yang dilakukan seorang diri menggunakan senjata api dengan cara membabi-buta, Tarrant telah menembaki jamaah yang sedang Sholat Jumat (15/3) di dua masjid, yakni Al Noor dan Linwood.

Meski demikian, lanjut dia, ACT meminta kepada umat muslim di Indonesia khususnya, dan dunia umumnya agar dapat menyuarakan aksi solidaritas terhadap korban penembakan di Kota Christchurch, Selandia Baru dengan cara beradab.

"Ketika umat Islam di posisi minoritas, maka penindasan akan selalu terjadi. Berbeda kalau Islam menjadi mayoritas, nonmuslim dapat hidup aman dan tenteram, seperti halnya di Aceh," tegasnya.

Sebelum pekan lalu, ACT Cabang Aceh telah mengutuk keras atas penembakan terhadap muslim di Selandia Baru bersama berbagai organisasi pemuda, mahasiswa, dan relawan kemanusiaan berlangsung di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Sabtu (16/3).

Husaini sebagai salah satu oratorator dalam aksi tersebut mengatakan, umat Islam punya sejarah perih, di antaranya pernah disembelih di Spanyol. "Kata mufti waktu itu, walaupun muslim sedang dibunuh, tapi kita tidak boleh menyentuh sedikit pun saudara yang tidak seiman (di Aceh)," paparnya.

"Sebagai seorang muslim, kita memiliki cara-cara beradab melawan kezaliman. Membunuh satu jiwa, maka sama dengan membunuh umat manusia sedunia. Menyelematkan satu jiwa, maka sama dengan menyelamatkan umat sedunia," ujarnya.

Brenton Tarrant, tersangka supremasi kulit putih, pada Sabtu pekan lalu telah didakwa dengan pembunuhan, penembakan massal paling brutal dalam sejarah Selandia Baru.

Pria berusia 28 tahun itu dijebloskan ke penjara tanpa pembelaan, dan kembali menjalani sidang pada 5 April mendatang.

Presiden Joko Widodo juga mengecam keras aksi kekerasan berupa penembakan yang terjadi di dua masjid di Selandia Baru.

"Indonesia sangat mengecam keras aksi kekerasan seperti ini. Saya juga menyampaikan duka yang mendalam kepada para korban yang ada dari aksi tersebut," ujar Presiden di Dolok Sanggul, Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.
 

Pewarta: Muhammad Said
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019