Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendorong peningkatan patroli dan pengawasan baik di kawasan tempat komodo hidup maupun di pelabuhan penyeberangan untuk mencegah terjadinya penyelundupan dan perdagangan satwa yang dilindungi itu.

"Untuk kasus penyelundupan ini, berarti memang harus ada kegiatan-kegiatan 'surveillance' (pengawasan), 'intelligence' (intelijen) untuk memastikan kita bisa mencegah pengangkutan komodo untuk diperjualbelikan," kata Direktur Jenderal Konservasi Symber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno kepada Antara, Jakarta, Kamis.

Selain itu, Wiratno mengatakan perlu ada peningkatan pemeriksaan atau inspeksi mendadak di pelabuhan penyeberangan dan pengangkutan barang untuk memastikan tidak ada pengangkutan terhadap satwa yang dilindungi.

Wiratno mengatakan setelah diberitakan harga jual komodo yang tinggi, maka bisa memicu orang lain untuk berburu komodo, dan itu harus dicegah.

"Saya merencanakan patroli dan 'monitoring' (pemantauan) secara terus menerus untuk memastikan itu tidak terjadi lagi dan pemantauan di titik-titik pelabuhan angkutan barang," ujarnya.

Wiratno mengatakan komodo hidup juga hidup di luar Taman Nasional Komodo termasuk di wilayah tanah adat dan lahan masyarakat. Untuk itu, keberadaan komodo di wilayah di luar kawasan taman nasional itu juga harus dipantau agar terhindar dari perburuan liar dan perdagangan.

"Yang menjadi 'problem' (masalah) adalah wilayah-wilayah yang ada di luar kawasan konservasi, itu yang harus ada upaya-upaya bersama masyarakat dan pemerintah untuk menyelamatkan dan mengelola komodo yang di situ," tuturnya.

Oleh karena itu, diperlukan pelibatan aktif masyarakat setempat, tokoh-tokoh dan kepolisian untuk memantau keberadaan komodo, terutama warga yang lahan-lahannya teridentifikasi sebagai tempat komodo tinggal dan berkembang.

"Jadi ada beberapa tim yang kita turunkan dan tinggal di situ dalam waktu yang cukup untuk mengetahui dan mendapatkan informasi tentang misalnya perburuan, apakah ada perburuan komodo itu untuk diperjualbelikan, apakah ada konflik komodo dengan satwa atau dengan ternak milik masyarakat, dan sebagainya," ujarnya.

Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Timur mengungkap penjualan 41 komodo ke luar negeri dengan harga Rp500 juta per ekor oleh jaringan penjahat, yang sudah tujuh kali melakukan aksi semacam itu sejak 2016 sampai 2019.

Menurut polisi, tersangka melakukan aksinya dengan mengambil anak-anak komodo setelah membunuh induknya.

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019