Jakarta (ANTARA) - Tim nasional U-23 Indonesia mendapatkan pengalaman sangat berharga ketika menjalani laga demi laga di Grup K Kualifikasi Piala Asia U-23 AFC 2020 di Hanoi, Vietnam, pada 22-26 Maret 2019.

Dalam turnamen tersebut, skuat berjuluk Garuda Muda kalah dua kali (dari Thailand dan Vietnam) dan sekali menang (atas Brunei Darussalam) dari tiga pertandingan. Hasil itu membuat mereka tidak lolos ke putaran final Piala Asia U-23 2020 yang digelar di Thailand.

Pelatih timnas U-23 Indonesia Indra Sjafri mengakui skuatnya memiliki banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Salah satu di antaranya adalah kemampuan pemain mengantisipasi situasi bola mati (set piece).

"Membenahi antisipasi set piece menjadi pekerjaan rumah kami," ujar Indra, usai bertanding menghadapi Vietnam di Stadion Nasional My Dinh, Hanoi, Minggu (24/3).

Pelatih asal Sumatera Barat itu sangat gusar usai menghadapi Vietnam karena ketika laga hampir saja berakhir seri 0-0, Vietnam berhasil membuat gol di menit ke-90+4 melalui sundulan Trieu Viet Hung memanfaatkan set piece tendangan sudut.

Wajar bila Indra kecewa berat. Sebab, selain memupuskan harapan Indonesia ke Piala Asia U-23, gol tersebut menunjukkan lemahnya kemampuan skuatanya mengantisipasi bola mati.

Dari total enam gol yang tercipta ke gawang Indonesia di tiga laga Grup K Kualifikasi Piala Asia U-23 2020, empat gol berasal dari situasi set piece. Rinciannya, satu gol datang dari 'assist' tendangan sudut, satu gol dari assist tendangan bebas dan dua dari tendangan penalti.

Menariknya, ternyata bukan di kualifikasi Piala Asia U-23 2020 saja timnas U-23 lemah di hadapan set piece.

Saat Piala AFF U-22 tahun 2019 di Kamboja, yang menjadi turnamen resmi pertama Indra Sjafri bersama Garuda Muda, timnas U-23 yang ketika itu masih disebut timnas U-22 kebobolan tiga gol dari bola mati dari total empat gol yang bersarang ke gawang mereka sepanjang turnamen.

Ketiga gol itu datang dari tendangan bebas langsung, assist tendangan bebas dan assist tendangan sudut.

Catatan negatif itu sepertinya tertutupi dengan fakta bahwa mereka berhasil menjadi juara turnamen usai menaklukkan Thailand di final.

Dan nyaris tidak ada perbaikan berarti dari hal tersebut sampai Kualifikasi Piala Asia U-23 2020, meski mereka sudah menjalani pemusatan latihan dari awal Maret 2019.

Bahkan Brunei Darussalam, yang kebobolan 16 gol di Grup K kualifikasi Piala Asia U-23 2020, berhasil menghadirkan gol pertamanya di kompetisi melalui sepakan penalti ke gawang Indonesia.

 

Piala Dunia 2018

Deretan angka set piece itu tentu saja harus benar-benar diperhatikan oleh Indra Sjafri sebagai pelatih. Sebab, Indonesia yang diwakili timnas U-22 akan berlaga di SEA Games 2019 di Filipina.

Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menargetkan Garuda Muda harus mendapatkan medali emas di pesta olahraga ASEAN tersebut dan menuntaskan misi untuk meraih gelar serupa yang terakhir kali didapatkan tahun 1991.

Jika tidak benar-benar memperhatikan situasi set piece, kesempatan Indonesia untuk menjadi yang terbaik di sepak bola SEA Games 2019 bisa berkurang. Sebabnya, bola mati merupakan senjata sebuah tim untuk "membunuh" kesebelasan lawan.

Situasi bola mati bukanlah strategi yang disusun mendadak, begitu saja di atas lapangan. Selalu ada taktik khusus untuk mengubahnya menjadi gol dan, bagi tim lainnya, ada rencana yang disiapkan untuk bertahan dalam kondisi tersebut.

Pentingnya set piece ini dapat dilihat dalam turnamen sepak bola terbesar di dunia, Piala Dunia pada edisi tahun 2018 di Rusia.

Ketika itu, setidak-tidaknya 42 persen gol turnamen tercipta dari bola mati, dan Inggris menjadi pencetak gol terbanyak dari set piece dengan sembilan gol. Torehan tersebut membuat mereka memecahkan rekor Portugal yang dibuat di Piala Dunia 1966.

Pelatih timnas Inggris Gareth Southgate bahkan menyebut bahwa set piece merupakan momen kunci dalam pertandingan Piala Dunia 2018.

"Menurut kami, situasi bola mati merupakan kunci di turnamen ini," tutur Southgate, dikutip dari laman resmi FIFA.

Dalam analisanya, FIFA mengutarakan bahwa serangan via set piece menjadi penting ketika satu tim tidak memiliki banyak waktu untuk berlatih bersama. Bahkan ada tim yang mempekerjakan pelatih khusus untuk menangani set piece agar eksekusi bola mati lebih bervariasi.

Kalau sudah begini, set piece menjadi sulit untuk diantisipasi. Apapun taktik pelatih di atas lapangan, kalau ada seorang pemain yang terlambat menutup pergerakan pemain lawan saat bertahan dari tendangan sudut, misalnya, maka itu menjadi kesempatan untuk mencetak gol.

 

Bertahan dari 'Set Piece'

Dalam sebuah artikel di Fourfourtwo.com, mantan bek timnas Inggris yang kini sudah menjadi pelatih timnas Inggris Gareth Southgate memberikan pengalamannya dalam bertahan dari set piece lawan.

Southgate memaparkan, ada tiga elemen penting ketika menghalau serangan set piece yaitu melakukan kontak fisik tanpa menimbulkan pelanggaran, memiliki seorang pemimpin yang mengorganisasi pertahanan dan mampu beradaptasi dengan strategi set piece lawan.

"Ketika bertahan saat lawan mengeksekusi bola mati, pemain harus melakukan kontak fisik tanpa menimbulkan pelanggan. Gunakan lengan dan cobalah mengeblok pergerakan lawan," kata Southgate.

Keberadaan seorang pemimpin pertahanan dapat memastikan semua pemain berada di posisinya dan melakukan tugasnya masing-masing.
Secara umum, ada dua jenis set piece khusus tendangan bebas dan sepakan pojok yaitu 'outswinger', ketika bola tidak mengarah ke gawang dan 'inswinger', bola menuju ke gawang.

Teknik menghalaunya sedikit berbeda. Outswinger, sebut Southgate, lebih memerlukan tenaga. Sementara inswinger tidak memerlukan teknik khusus, yang penting bola menjauh dari gawang.

Artinya, set piece atau bola mati sejatinya bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Selalu ada cara memanfaatkannya untuk menjadi gol atau menangkalnya agar situasi tidak menguntungkan lawan.

Indonesia pasti bisa.

Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019