Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno mengatakan sistem pembayaran berbasis QR Code milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) LinkAja merupakan perusahaan rintisan baru BUMN.

"LinkAja menggabungkan beberapa bank yang ada di BUMN, membuat sistem pembayaran elektronik sama seperti Gopay atau Ovo," ujar Harry usai menghadiri sidang promosi doktor Kurnadi Gularso di Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Senin.

Harry berharap LinkAja dapat berkompetisi dengan sistem pembayaran elektronik lainnya. Dalam kesempatan itu, Harry juga mendukung banyaknya perusahaan rintisan yang berkembang di Tanah Air. Menurut dia, Indonesia berpotensi memiliki sejumlah perusahaan teknologi raksasa. Ditambah lagi , Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2045.

Selain itu, ia juga mendorong agar BUMN membuat perusahan rintisan seperti LinkAja.

"BUMN juga harus lebih luwes, saya lihat untuk mengubah Prosedur Operasional Standar (POS) saja harus mengundang konsultan. Mencari mitra di BUMN tender. Oleh karenanya dalam empat tahun terakhir menata kembali perusahaan yang ada di BUMN dengan membuat holding," ujar dia.

Pakar perusahaan rintisan Kurnadi Gularso mengatakan perusahaan rintisan harus menggunakan paradigma baru dalam menjalankan bisnis karena kondisi tidak jelas, bergejolak, rumit dan tidak menentu atau yang dikenal dengan volatile, uncertain, uncertain, dan ambiguos (VUCA).

Dengan kondisi VUCA seperti saat ini, kata dia, perusahaan rintisan harus berhenti memakai strategi "sustainable competitive advantage" atau keunggulan bersaing yang berkelanjutan dan beralih ke strategi rangkaian "transient advantages" atau keunggulan yang bersifat sementara. Tujuannya agar bisnisnya dapat bertahan hidup dan bahkan secara berkelanjutan tumbuh dengan signifikan," ujar Kurnadi usai sidang promosi doktor dirinya di Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Senin.

Kurnadi menjelaskan penelitian menyarankan bahwa perusahaan rintisan perlu menerapkan "disruptive business model innovation" (DBMI) atau inovasi model bisinis yang bersifat disruptif untuk mencapai "transient advantages".

Untuk menerapkan DBMI, maka perusahaan memiliki pemimpin yang bisa berpikir kritis, fokus apda pelanggan, dan organisasi harus memiliki dan selalu meningkatkan kapabilitas serta merekonfigurasi ulang secara terus-menerus sumber dayanya.(*)

Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019