Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai tidak ada hal yang baru dalam permohonan praperadilan yang diajukan oleh anggota DPR RI 2014-2019 Romahurmuziy (RMY) alias Rommy di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Rommy merupakan salah satu tersangka kasus suap terkait seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama 2018-2019.

"Secara prinsip kami pandang tidak ada hal yang baru dalam permohonan tersebut. Beberapa diantaranya bahkan kami pandang pemohon tidak memahami secara tepat beda pasal suap dengan pasal tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat.

Sebelumnya, KPK telah menerima surat dari PN Jakarta Selatan untuk agenda sidang praperadilan yang diajukan oleh Romahurmuziy.

Pada surat tersebut disebut bahwa rencana sidang perdana diselenggarakan pada 22 April 2019.

Berikut beberapa poin-poin praperadilan yang diajukan Rommy.

1. Tersangka Rommy mengatakan tidak mengetahui tentang adanya tas kertas berisi uang.
2. Mempermasalahkan penyadapan KPK.
3. Tersangka Rommy memandang pasal suap tidak bisa digunakan karena tidak ada kerugian negara.
4. Padahal seharusnya, menurut Rommy, KPK hanya bisa memproses kasus dengan kerugian negara Rp1 miliar lebih.
5. Mempersoalkan operasi tangkap tangan (OTT) karena Rommy mengklaim tidak mengetahui tas berisi uang.
6. Penetapan tersangka Rommy tidak didahului penyidikan terlebih dahulu.

Saat ini, kata Febri, Rommy masih berada di Rumah Sakit Polri Jakarta Timur dalam status pembantaran penahanan.

Untuk diketahui, KPK telah menetapkan tiga tersangka terkait suap pengisian jabatan di lingkungan Kementerian Agama RI Tahun 2018-2019.

Diduga sebagai penerima Muhammad Romahurmuziy (RMY).

Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi (MFQ) dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin (HRS).

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019