Sumber daya perikanan dan lautan ini menjadi satu-satunya sumber daya alam di mana masyarakat Indonesia berdaulat 100 persen atasnya
Jakarta (ANTARA) - Penyelenggaraan Pemilu 2019 telah berlangsung dengan lancar pada 17 April lalu dan siapapun yang terpilih untuk memimpin bangsa ini lima tahun ke depan punya kewajiban memastikan pembenahan tata kelola perikanan terus berlanjut.

Setidaknya, pernyataan itu didukung oleh Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim, yang menyatakan bahwa pemerintah perlu meningkatkan tata kelola perikanan berkelanjutan pascapenyelenggaraan Pemilu 2019.

Abdul Halim menilai saat ini ketidakpastian usaha perikanan nasional mewarnai kebijakan pemerintah dalam menerapkan tata kelola perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab dari hulu ke hilir.

Menurut dia, sejumlah hal yang masih menimbulkan ketidakpastian sehingga menghambat tata kelola perikanan berkelanjutan adalah terkait transparansi perizinan yang masih belum ajek dan bersikap tarik ulur.

Ia berharap anggota DPR periode mendatang berkoalisi dengan orientasi untuk kemaslahatan rakyat pemangku sektor perikanan.

Hal tersebut karena diperkirakan tidak ada satu pun parpol yang meraih suara di atas 21 persen, sehingga dinamika pengambilan keputusan dalam penentuan regulasi perundang-undangan, termasuk di dalam sektor perikanan, juga dinilai akan sangat dinamis.

Sementara itu Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Marthin Hadiwinata menyatakan kelembagaan sektor kelautan dan perikanan di berbagai daerah harus diperkuat karena hingga kini, efektivitasnya masih dipertanyakan.

Menurut Marthin, kelembagaan seperti dalam bentuk BUMN (Perindo dan Perinus) dinilai masih belum efektif dan optimal terutama bagi nelayan skala kecil.

Ketua Harian KNTI itu berpendapat bahwa pada masa mendatang masyarakat perikanan termasuk nelayan kecil mesti lebih dilibatkan dalam proses produksi perikanan nasional.


Sinergi KKP

Terkait kelembagaan, sebenarnya berbagai sinergi juga telah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam rangka terus mendukung tata kelola perikanan nasional yang berkelanjutan.

Misalnya penandatangangan perjanjian kerja sama antara KKP dan Kementerian PUPR dalam rangka menyediakan infrastruktur sumber daya air di dalam kawasan sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT).

Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Hari Suprayogi menyatakan, tujuan dari perjanjian kerja sama ini adalah penyediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan nilai tambah budi daya perikanan tambak yang berkelanjutan serta dapat lebih tertata dengan baik.

Hari memaparkan bahwa perjanjian kerja sama itu meliputi penyediaan saluran primer irigasi tambak dan infrastruktur pendukungnya di 132 kabupaten/kota dan tiga lokasi sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di Sabang, Rote Ndao, dan Sumba Timur. Ia mengatakan bahwa sebelum adanya PKS ini, kerja sama di antara dua kementerian telah berjalan.

Kerja sama tersebut merupakan tindak lanjut dari kesepakatan bersama antara dua kementerian yang berupaya mewujudkan percepatan pembangunan dan nilai tambah hasil produksi kelautan dan perikanan.

Selama kurun waktu 2015 hingga 2018, Kementerian PUPR telah mendukung irigasi tambak dan infrastruktur lainnya di 125 Daerah Irigasi Tambak (DIT) yang tersebar di 70 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Pada tahun 2019 sebanyak 25 DIT akan dibangun di 19 Kabupaten/Kota.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto mengatakan bahwa peran Kementerian PUPR melalui Ditjen Sumber Daya Air sangatlah besar dalam kerja sama ini.


Revitalisasi Udang

Melalui kerja sama ini, lanjut Slamet, dilakukan revitalisasi kawasan tambak udang. Hasilnya produksi udang mengalami peningkatan.

Ia mengungkapkan pada 2010 panen udang sebesar 379.000 ton dan pada tahun 2017 hasilnya meningkat lebih dari tiga kali lipat yakni sebanyak 1.150.000 ton.

Peningkatan hasil panen, kata dia, tentunya berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan para petambak serta penyerapan tenaga kerja. Apalagi, udang juga merupakan salah satu komoditas ekspor andalan yang dimiliki oleh sektor kelautan dan perikanan nasional.

Sinergi kegiatan antara Ditjen SDA dan Ditjen Perikanan Budi daya yang diharapkan dalam perjanjian kerja sama ini yaitu penyampaian baseline data dan informasi terkait rencana kerja tahunan, rencana strategis, serta hasil penetapan lokasi pembangunan serta melakukan sinkronisasi program di kawasan produksi perikanan budi daya dan SKPT.

Selain itu kerja sama dalam penyusunan detail desain jaringan tambak dan menyusun kebijakan dan strategi serta operasional termasuk tim pelaksana agar tercapai koordinasi dan keterpaduan dalam pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan infrastruktur perikanan budi daya serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi, dan operasi dan pemeliharaan serta pengelolaan infrastruktur yang dibangun.

Terkait sumber daya perikanan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam sejumlah kesempatan juga menyatakan sumber daya perikanan berbeda dengan sumber daya yang lainnya, karena 100 persen bisa dinikmati langsung aksesnya di kawasan perairan nasional hanya oleh masyarakat nelayan Indonesia.

"Sumber daya perikanan dan lautan ini menjadi satu-satunya sumber daya alam di mana masyarakat Indonesia berdaulat 100 persen atasnya. Kita punya tambang, kita punya minyak, tapi sumber daya perikanan inilah yang semua masyarakat dapat menikmati langsung," katanya.

Menurut Susi, tidak semua anggota masyarakat memiliki akses mengelola pertambangan minyak karena membutuhkan modal dan teknologi. Sedangkan kalau laut, lanjutnya, maka setiap orang memiliki akses sehingga juga bisa menangkap sumber daya perikanan.

Selain itu, lanjut dia, nelayan Indonesia, khususnya di daerah timur, utara, dan barat Indonesia yang biasanya dikuasai kapal asing, kini bisa menangkap ikan berukuran besar di daerah penangkapan ikan yang tidak terlalu jauh dan dalam waktu yang lebih singkat.


Capaian Menggembirakan

Tak hanya itu, sepanjang tahun 2018 lalu KKP juga mencatat capaian kinerja yang cukup menggembirakan.

Susi mencontohkan berdasarkan indikator ekonomi makro, Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan mengalami kenaikan dari Rp57,84 triliun pada kuartal III 2017 menjadi Rp59,98 triliun pada kuartal III 2018. Neraca ekspor-impor sepanjang Januari-November tercatat positif sebesar 4,04 miliar dolar AS.

Selain itu, melalui pemberantasan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal di kawasan perairan Indonesia, stok ikan di perairan naik signifikan. Angka potensi sumber daya ikan (Maximum Sustainable Yield/MSY) Indonesia yang pada tahun 2013 hanya sebesar 7,31 juta ton meningkat drastis menjadi 12,5 juta ton pada 2016.

Sementara rata-rata pendapatan bulanan nelayan pada tahun 2017 yang sebesar Rp3,43 juta meningkat menjadi Rp3,63 juta pada 2018 (angka sementara). Demikian juga dengan rata-rata pendapatan bulanan pembudi daya ikan. Pada periode yang sama naik dari Rp3,29 juta menjadi Rp3,38 juta.

Oleh karena itu, tidak heran bila Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menginginkan berbagai hasil kebijakan reformasi sektor kelautan dan perikanan yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus dilestarikan oleh berbagai kalangan masyarakat.

"Banyak reformasi yang telah dilakukan dalam sektor kemaritiman terutama dari KKP," kata Susi dalam acara Bela Negara Generasi Milenial yang digelar di Jakarta, 9 April lalu.

Menurut dia, berbagai reformasi yang telah dilaksanakan antara lain adalah penenggelaman terhadap kapal ikan dari berbagai negara yang melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal.

Ia berpendapat bahwa penenggelaman kapal itu telah menyelesaikan persoalan bangsa terkait pencurian ikan di kawasan perairan nasional, serta selaras dengan visi Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia.

Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019