Pontianak (ANTARA) - Komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, Alik Rosyad mengatakan, dari Januari hingga akhir April 2019, telah menangani sebanyak sembilan kasus kekerasan seksual dengan korbannya anak-anak.

"Kami hingga saat ini sudah menangani sebanyak sembilan kasus dan ditambah dengan satu kasus yang baru-baru ini terjadi oleh pelaku oknum seorang PNS di lingkungan Provinsi Kalbar," kata Alik Rosyad di Pontianak, Selasa.

Ia menjelaskan, kalau dilihat dari data yang ada, kasus kekerasan seksual terhadap anak dari tahun ke tahun cenderung cukup tinggi, bahkan dibanding kabupaten/kota lainnya, di Kota Pontianak kasusnya tertinggi.

"Tahun 2017, kasus kekerasan seksual terhadap anak tercatat sebanyak 10 kasus, kemudian diikuti Kabupaten Ketapang dua kasus; Kayong Utara satu kasus, dan Sanggau sebanyak satu kasus," ungkapnya.

Kemudian, di tahun 2018, tercatat sebanyak enam kasus. "Meskipun mengalami penurunan kasus, namun tetap saja trend kekerasan seksual terhadap anak di Kota Pontianak kasusnya masih tertinggi, kemudian diikuti Kabupaten Kayong Utara sebanyak empat kasus, serta kabupaten Mempawah sebanyak satu kasus," katanya.

Ia menambahkan, tercatat sepanjang tahun 2017 dan tahun 2018 kasus kekerasan seksual masing-masing sebanyak 14 kasus, dan 11 kasus, sementara di tahun 2019 yang baru berjalan empat bulan sudah sembilan kasus.

Sebelumnya, Direktur Reskrim Polda Umum Polda Kalbar, Kombes (Pol) Veris Septiansyah mengatakan, pihaknya saat ini sudah menahan dan memeriksa terduga pelaku pencabulan oknum PNS di lingkungan Pemprov Kalbar, berinisial HW (53) dengan korban anak di bawah umur, yakni seorang pengamen penyandang disabilitas (tuna netra) di Kota Pontianak.

"Terungkapnya kasus pencabulan tersebut, Minggu (29/4), pihaknya menemukan korban di salah satu hotel di Kota Pontianak bersama seseorang berinisial HW, kemudian dari hasil introgasi, pelaku mengaku bahwa dirinya telah menyetubuhi korban sebanyak tiga kali di sebuah hotel di Pontianak," ungkapnya.

Ia menambahkan, pihaknya masih terus melakukan proses penyelidikan terkait dengan motif pelaku melakukan hal tersebut. "Jika terbukti bersalah, pelaku akan dijerat UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman kurungan di atas lima tahun penjara. Sementara korban hingga saat ini masih mengalami trauma sehingga belum bisa dimintai keterangan," katanya.

Pewarta: Andilala
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019