Palu (ANTARA News) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)Sulawesi Tengah saat ini sedang menyelidiki dan meneliti kerusakan Suaka Margasatwa (SM) Bakiriang di Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai. Menyusutnya luas Suaka Margasatwa tersebut disebabkan banyaknya perambah hutan yang mengalihfungsikan lahan menjadi ladang pertanian dan perumahan, kata Kepala Bagian (Kabag) Tata Usaha BKSDA Sulteng, Torang Tobing, di Palu, Rabu. Saat ini luas SM Bakiirang tinggal tersisa 10 persen dari 12.500 hektare. Penilitian tersebut dipimpin Jhon Fitlan, Kasi Wilayah II. Kasi Wilayah II membawahkan lokasi hutan maupun potensi SDA yang terletak di wilayah Kabupaten Morowali, Luwuk, Poso, dan Banggai Kepulauan. "Dalam waktu dekat hasil penelitian tersebut akan dibuat laporannya," ujar Tobing yang juga mantan Kasi Wilayah I. SM Bakiriang merupakan tempat yang cocok untuk habitat burung maleo yang saat ini keberadaanya terancam punah akibat ulah tangan tidak bertangung jawab. "Kami merasa bertangung jawab untuk mengembalikan SM Bakiriang seperti semula," katanya. Tobing juga mengatakan, tanggung jawab pelestarian SM Bakiriang bukan hanya milik institusi pemerintah saja, melainkan masyarakat sekitar. Relokasi Awal tahun 2002 pemerintah mulai membentuk tim teknis guna mencari lokasi relokasi penduduk yang menghuni SM Bakiriang yang diduga kuat sebagai penyebab utama terus menyusutnya areal Suaka Margasatwa Bakiriang. Relokasi tersebut dilakukan di dataran Batui dan kawasan hutan di sekitar desa Ondo-Ondolu, sekitar 30 km utara SM Bakiriang. Pemerintah pusat (Dephut dan Denakertrans), kala itu membangun 300 unit rumah sederhana beserta fasilitas pendukungnya, seperti lahan bercocok tanam. Setiap kepala keluarga memperoleh satu hektare. Akan tetapi, program relokasi tersebut tidak berjalan seperti yang diharapkan, sebab rumah-rumah semidarurat yang dibangunkan itu belakangan tidak ditempati para perambah Bakiriang. "Mereka lebih memilih tinggal di kawasan hutan suaka karena lahannya subur," ujar Tobing. Sampai saat ini jumlah penghuni hutan konservasi tersebut sudah mencapai lebih 1.000 KK dan diperkirakan terus bertambah setiap tahunnya. "Untuk itulah, kami berusaha menemukan jalan terbaik untuk mengembalikan SM Bakiriang tetapi juga berlaku adil terhadap penghuninya," demikian Torang Tobing. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007