Tangerang (ANTARA) - Manajemen Garuda Indonesia Group menjelaskan alasan meyakini untuk kontrak pengadaan layanan internet nirkabel (wifi) untuk pesawat Garuda Indonesia, Citilink Indinesia, dan Sriwijaya Air, dengan PT Mahata Aero Teknologi selama 15 tahun.

Direktur Teknik dan Layanan Iwan Juniarto dalam konferensi pers di Hanggar 2 Garuda Indonesia, Tangerang, Banten, Rabu, mengatakan pihaknya percaya diri dengan perusahaan rintisan (start up) yang baru berusia tiga tahun itu.

Salah satu alasannya adalah Mahata menawarkan model bisnis yang baru di mana tidak ada se-sen pun dana Garuda yang keluar.

“Dari beberapa mitra, Mahata memberikan kelebihan di antaranya zero investment dan zero cost, satu model bisnis dengan pembagian pendapatan,” kata Iwan.

Berdasarkan kontrak perjanjian kerja sama antara Garuda dan Mahata, pembagian pendatapan tersebut berasal dari iklan dalam hiburan di pesawat (in-flight entertaintment).

“Jadi, kita seperti mengontrakan tempat kita untuk dikelola Mahata, pesawatnya kan punya Garuda,” katanya.

Kompensasi hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hak layanan in-flight entertainment itu senilai 241,9 juta dolar AS untuk pesawat Garuda, Citilink, dan Sriwijaya. 

Baca juga: Disukai milenial, Citilink akan pasang wifi di delapan pesawat

Garuda Indonesia Group telah menyerahkan hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hak pengelolaan pemasangan layanan konektivitas dan pengelolaan hiburan dalam penerbangan, sehingga tidak memiliki kewajiban lagi atas transaksi tersehut.

Selain itu, lanjut Iwan, Mahata memiliki rekam jejak yang baik, yakni bermitra juga dengan Lufthansa System, Lufthansa Technik, dan Inmarsat.

Dalam kesempatan sama, Direktur Keuangan Fuad Rizal mengatakan mengatakan perusahaan rintisan tersebut meskipun berisiko tinggi, namun perlu didukung oleh investor.

“Lihat saja Gojek, ini juga akan berpotensi menjadi unicorn, decacorn. Dan perusahaan start-up perlu dukungan dari investor dan ini akan didapat pada saat ada kepastian kontrak,” katanya.

Selain itu, lanjut Fuad, ketika kontrak sewaktu-waktu diputus, tidak akan mengurangi hak tagih.

Sebelumnya dua komisaris PT Garuda Indonesia menolak pencatatan laporan keuangan tahun buku 2018. Penolakan itu terkait perjanjian kerja sama dengam PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia, di mana diakui menjadi pendapatan perusahaan, karena apabila tanpa pengakuan pendapatan ini perseroan akan alami kerugian sebesar 244,95 juta dolar AS.

Namun manajemen PT Garuda Indonesia Tbk mengatakan kebijakan memasukkan piutang menjadi pendapatan dalam laporan keuangan tahun 2018 tidak melanggar Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23. Baca juga: Soal laporan keuangan, Garuda akui belum terima pendapatan dari Mahata

Baca juga: Jelang Lebaran, Citilink belum berencana tambah penerbangan ke Manado

Baca juga: Citilink jajaki penerbangan Medan-Meulaboh


 

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019